Grid.ID - Jenazah ulama asal Indonesia, K.H Maimun Zubair atau akrab disapa Mbah Moen, hingga saat ini masih utuh di Mekah, Arab Saudi.
Setelah 4 tahun dikubur, jenazah Mbah Moen di Mekah tak jadi dipindahkan lantaran masih utuh.
Di Kota Mekah, Arab Saudi memang diwajibkan untuk membongkar makam setiap empat tahun sekali agar bisa diisi oleh jasad lain yang dikubur karena minimnya lahan pemakaman.
Diketahui bahwa Mbah Moen meninggal dunia di Mekah pada Selasa (6/8/2019) silam.
Mbah Moen lantas dimakamkan di Makam Jannatul Mala di Kota Mekah, Arab Saudi.
Pemakaman Jannatul Mala berjarak 1 km dari Masjidil Haram, merupakan makam yang menyimpan jenazah orang yang meninggal di Mekah.
Dikatakan bahwa komplek pemakaman ini sudah ada sejak 1.700 tahun yang lalu.
Dan berjarak 25 menit dari Masjidil Haram jika ditempuh dengan berjalan kaki.
Namun, tidak semua orang bisa dimakamkan di sana.
Makam ini merupakan makam bersejarah di Kota Mekah.
Salah satu ulama besar yang dimakamkan di Mekah adalah K.H. Maimun Zubair.
Selain itu, banyak tokoh-tokoh besar Islam yang dimakamkan di makan tersebut.
Namun yang terjadi adalah jasad ulama Indonesia itu masih utuh sehingga tidak bisa dibongkar.
Hal itu diungjkapkan oleh YouTuber di Arab Saudi bernama Alman Mulyana dalam videonya yang diunggah pada 6 April 2023.
"Inilah makam ulama Indonesia K.H. Maimun Zubair," kata Alman Mulyana dalam video.
Kata Alman Mulyana bahwa makam di Mala tersebut empat tahun sekali dibongkar.
"Banyak ulama Indonesia mau dibongkar tapi jasadnya utuh seperti halnya K.H. Maimun Zubair atau Mbah Moen," katanya.
"Kalau jasadnya utuh itu abadi sampai Yaumul Akhir dan tidak akan pernah diangkat," bebernya.
Namun jasad di makam lainnya dibongkar dan akan digantikan dengan jasad yang baru.
Sosok Mbah Moen
Semasa hidupnya, Mbah Moen pernah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang.
Baca Juga: Pergoki Makam Leluhurnya Keluar Asap, Pria Ini Syok Ternyata Ulah Perampok yang Gondol Hal Ini
Mbah Moen merupakan putra pertama dari pasangan suami istri yang bernama KH Zubair Dahlan dan Hj. Mahmudah.
Sejak kecil, Mbah Moen dibimbing langsung oleh ayahandanya yang merupakan seorang ulama dan murid dari As-Syeikh Sa’id Al-Yamany Al-Maliky dan As-Seikh Hasan.
Diantara ilmu yang beliau pahami dan hafal adalah yang biasa digunakan di kalangan santri, seperti Ilmu Shoraf, Nahwu, Fiqh, Manthiq, Balaghah, Ilmu Syarah dan lainnya.
Di usia sekitar 17 tahun, KH. Maimun telah menghafal kitab-kitab Nadzam, seperti AlJurumiyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauhrotul Tauhid, Sullamul Munauroq, Rohabiyyah fil Faraidh.
Serta memahami beberapa kitab fiqh yang terkenal seperti Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1945, Mbah Moen menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim (Mbah Manaf), KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuqi, hingga tahun 1949.
Kemudian pada tahun 1950 di usianya yang ke-21 tahun, Mbah Moen berangkat ke tanah suci Mekah untuk melanjutkan studi agamanya di bawah bimbingan Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, dan Syekh Abdul Qodir al-Mandaly.
Sepulangnya dari Mekah, Mbah Moen terus melanjutkan menimba ilmu ke ulama-ulama terkemuka Indonesia, seperti KH. Baidhowi, KH. Ma’shum Lasem, KH. Bisri Musthofa, KH. Wahab Chasbullah, KH. Muslih Mranggen, KH. Abdullah Abbas Buntet, Syaikh Abdul Fadhol Senori, dan ulama-ulama lainnya.
Pada tahun 1967, Mbah Moen mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar di Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Pondok pesantren ini memiliki santri sekitar 3.210 orang, yang terbagi atas santri laki-laki sekitar 2.456, dan santri perempuan berjumlah 754 orang, dengan tenaga pengajar 72 orang.
Dari pesantren ini, Mbah Moen berhasil mencetak banyak ulama-ulama besar Indonesia, seperti KH. Abdul Wahid Bandungsari, KH. Zuhrul Anam, KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, KH Sya’roni dan lainnya.
Gus Baha diketahui sering mendapingi Mbah Moen untuk berbagai keperluan hingga menjadi murid kesayangannya.
Selain itu, Mbah Moen bukan hanya sebagai tokoh penting Nahdlatul Ulama’, ia bahkan pernah menjadi Rais Syuriyah PWNU Jateng, serta menjadi Mustasyar PBNU hingga akhir hayatnya, yakni pada Selasa, 6 agustus 2019 di Mekah.
Karya-karya Mbah Moen, di antaranya:
Kitab Taroojim (Kitab ini bercerita tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Sarang).
Kitab Al-Ulamaul Mujaddidun (Kitab ini berisi masalah untuk ijtihad dan pembaharu Islam).
Kitab Nushuusul Akhyar (Kitab ini berisi masalah puasa dan hari raya).
Kitab Taujihatul muslimin (Kitab ini berisi tentang cara mempersatukan golongan umat Islam).
Kitab Malakhulttanasukkil Maki (Kitab ini berisi tentang jalan ibadah Ulama Mekah dan penyempurnaannya).
Kitab Yasiin Fadhilah (Kitab ini berisi tentang keutamaan Surat Yasiin)
Kitab Al-Fuyudhoturrabbaniyyah (Kitab ini berisi tentang masalah membangsakan pada Thoriqoh Naqsabandiyah).
Dilihat dari karya-karya KH Maimun Zubair, dapat disimpulkan bahwa Mbah Moen merupakan sosok ulama yang sangat berpengaruh di Indonesia, maka tidak heran jika pesan-pesan KH. Maimun Zubair banyak tersebar di media sosial, yang kemudian berpengaruh dalam kehidupan berbangsa dan beragama.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Inilah Makam Ulama Indonesia, Mbah Moen di Arab Saudi yang Jasadnya Masih Utuh Saat Dibongkar dan TribunJatim.com dengan judul SOSOK Mbah Moen, Guru Gus Baha Sekaligus Ulama yang Jasadnya Masih Utuh saat Dibongkar di Kota Mekah
(*)