Ia menempuh pendidikan formal di bidang seni pada tahun 1957-1962 di Akademisi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogjakarta.
Kemampuan awal Djoko melukis lebih banyak didapatkan dari Sanggar Bumi Tarung. Melalui sanggar tersebut, lukisan miliknya termasuk dalam lima besar lukisan terbaik di pameran tingkat nasional yang diadakan oleh LEKRA pada tahun 1964.
Pada tahun 1965-1972, Djoko sempat menjadi tahanan politik karena hubungannya dengan LEKRA, yang diasosiasikan dengan Partai Komunis Indonesia.
Sebelum tahun 1965, Djoko pernah beberapa kali menggelar pameran karyanya di Jakarta. Setelah menjadi tahanan politik, Djoko kemudian vakum sampai tahun 1990.
Pada tahun 1990, Djoko mulai memamerkan lagi karyanya di Edwin Galeri Jakarta. Pada tahun 1999, nama Djoko Pekik menjadi lebih dikenal setelah salah satu karyanya "Berburu Celeng" terjual seharga satu miliar rupiah.
Karya Djoko Pekik masih sering menjadi obyek dalam berbagai pameran, antara lain pada pameran tunggalnya “Jaman Edan Kesurupan” di Galeri Nasional (2013), dan pada “ARTJOG 9” di Jogja National Museum (2016).
Dalam pameran tunggalnya “Jaman Edan Kesurupan” (Jakarta, 2013), Djoko menampilkan 28 lukisan dan tiga patung yang dibuatnya pada periode 1964-2013.
Karya Djoko yang dipamerkan mengilustrasikan proses perjalanan hidup Djoko sebagai seorang individu, seniman, dan warga negara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Maestro Lukis Djoko Pekik Meninggal Dunia dan tayang di BangkaPos.com dengan judul Djoko Pekik Alami Patah Tulang Lengan Kiri Sebelum Meninggal Dunia, Beri Wasiat ke Anak-anaknya,
(*)