Grid.ID - Innalillahi, kabar duka datang dari Maestro Lukis Djoko Pekik.
Djoko Pekik dikabarkan meninggal dunia pada Sabtu (12/8/2023) sekitar pukul 08.00 WIB.
Djoko Pekik meninggal dunia di usia 85 tahun.
Pelukis kelahiran Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah itu mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
Dilansir dari Kompas.com, kabar ini diunggah oleh akun Instagram Butet Kartaredjasa. “Selamat jalan Pak Djoko Pekik. Sumangga Gusti,” tulis Butet dalam unggahannya, Sabtu (12/8/2023).
Saat dikonfirmasi, Butet membenarkan hal tersebut. Djoko Pekik meninggal pada pukul 08.00 WIB.
“Nggih (iya) meninggal jam 8 wau (tadi),” ucapnya saat dihubungi awak media.
Namun, masih belum ada informasi lebih detail di mana Djoko Pekik meninggal.
“Saya kurang tahu detailnya, baru dapat WA dari kawan-kawan katanya jenazah ada di Rumah Sakit Panti Rapih,” ujar Butet.
Soal pemakaman juga demikian, masih belum ada informasi detail soal akan dimakamkan di mana mendiang maestro lukis tersebut.
“Nanti akan diberi tahu (informasi pemakaman),” pungkas Butet.
Baca Juga: Tetap Berkarya di Tengah Pandemi, Djoko Pekik Gelar Pameran Lukisan dan Luncurkan Buku Baru
Dilansir dari Bangkapos.com, sang seniman kondang itu sempat terjatuh di rumahnya hingga alami patah tulang di bagian tangan kirinya.
Oleh keluarga, Djoko Pekik kemudian dibawa ke rumah sakit.
Namun karena kondisinya sudah lanjut usia, tim dokter menyarankan penanganan patah tangan itu tidak dilakukan dengan cara operasi. Tetapi hanya digips saja.
Sebab, jika dipaksakan menjalani operasi, maka harus dilakukan anestesi.
"Dirawat 5 hari, lalu sempat pulang. Sebenarnya tadi malam sudah mulai drop, kemungkinan iya (efek terjatuh). Sebelumnya kami menempuh risiko yang paling kecil, karena dengan bapak yang yuswa (umur) sudah 85 tahun, risiko untuk operasi itu kan besar. Operasi itu kan butuh anastesi, nah itu yang dikhawatirkan," kata Putra keempat Djoko Pekik, Nihil Pakuril kepada Tribun Jogja.
"Kami memilih menempuh risiko yang paling kecil, dokter menyarankan untuk di gips saja. Dokter memperkirakan memang tidak bisa pulih tapi itu jalan terbaik untuk bapak," tambahnya
Wasiat Djoko Pekik
Sebelum meninggal dunia, Djoko Pekik sudah memberikan wasiat kepada anak-anaknya.
Pelukis 85 tahun tersebut meninggalkan 8 anak.
Kepada anak-anaknya, pelukis yang terkenal dengan karya "Berburu Celeng" ini meminta agar merawat seluruh legacy atau warisan karya-karya yang dihasilkan.
Makna Lukisan "Berburu Celeng"
Djoko Pekik memiliki kepekaan sosial yang tinggi dibandingkan orang kebanyakan. Kepekaan tersebut ia gambarkan lewat karya-karya lukisannya yang fenomenal.
Baca Juga: Sepasang Kekasih di Aceh Ditemukan Tewas Tanpa Busana Dalam Mobil Lexus, Ini Penyebabnya
Lukisan "Berburu Celeng" yang menggambarkan keadaan para pemimpin Indonesia pada masa Orde Baru disebut memiliki harga termahal di tahun 1998 dengan nilai Rp1 miliar.
Ia pun sempat menceritakan filosofi keserakahan di balik lukisan "Berburu Celeng" pada 21, April 2020 lalu.
"Celeng itu adalah lambang keserakahan, apa-apa doyan, membabi buta, perusak, kalau jalan enggak bisa lurus , jadi sesuka hatinya sendiri, mentang-mentang raja. Matinya celeng itu hanya digebuki dan diburu orang," ujar Djoko Pekik, dikutip dari Kompas.com.
Ia mengatakan, seorang raja atau penguasa yang bersikap zalim maka akhir hidupnya juga akan terhina seperti celeng.
Djoko menjelaskan, ia melukis "Berburu Celeng" dua bulan sebelum pemerintahan Presiden Soeharto lengser.
Di lukisan tersebut, Djoko menggambarkan rakyat yang begitu gembira setelah berhasil berburu celeng. Rakyat merayakannya dengan berbagai kesenian tradisional, seperti pantomim, jathilan, reog, dan lain-lain.
"Tapi ingat celeng itu kuat sekali. Akhirnya meskipun sudah diburu akhirnya dari celeng satu jadi celeng semua," ujar Djoko.
Profil Djoko Pekik
Melansir KompasTV, Djoko Pekik lahir pada 2 januari 1937 di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah.
Ia menempuh pendidikan formal di bidang seni pada tahun 1957-1962 di Akademisi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogjakarta.
Kemampuan awal Djoko melukis lebih banyak didapatkan dari Sanggar Bumi Tarung. Melalui sanggar tersebut, lukisan miliknya termasuk dalam lima besar lukisan terbaik di pameran tingkat nasional yang diadakan oleh LEKRA pada tahun 1964.
Pada tahun 1965-1972, Djoko sempat menjadi tahanan politik karena hubungannya dengan LEKRA, yang diasosiasikan dengan Partai Komunis Indonesia.
Sebelum tahun 1965, Djoko pernah beberapa kali menggelar pameran karyanya di Jakarta. Setelah menjadi tahanan politik, Djoko kemudian vakum sampai tahun 1990.
Pada tahun 1990, Djoko mulai memamerkan lagi karyanya di Edwin Galeri Jakarta. Pada tahun 1999, nama Djoko Pekik menjadi lebih dikenal setelah salah satu karyanya "Berburu Celeng" terjual seharga satu miliar rupiah.
Karya Djoko Pekik masih sering menjadi obyek dalam berbagai pameran, antara lain pada pameran tunggalnya “Jaman Edan Kesurupan” di Galeri Nasional (2013), dan pada “ARTJOG 9” di Jogja National Museum (2016).
Dalam pameran tunggalnya “Jaman Edan Kesurupan” (Jakarta, 2013), Djoko menampilkan 28 lukisan dan tiga patung yang dibuatnya pada periode 1964-2013.
Karya Djoko yang dipamerkan mengilustrasikan proses perjalanan hidup Djoko sebagai seorang individu, seniman, dan warga negara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Maestro Lukis Djoko Pekik Meninggal Dunia dan tayang di BangkaPos.com dengan judul Djoko Pekik Alami Patah Tulang Lengan Kiri Sebelum Meninggal Dunia, Beri Wasiat ke Anak-anaknya,
(*)