Grid.id - Kasus penculikan warga Aceh bernama Imam Masykur (25) hingga kini masih menyimpan teka-teki.
Latar belakang penculikan yang dilakukan oleh tiga oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu masih menjadi misteri.
Ketiga terduga pelaku adalah Prajurit Kepala (Praka) RM, Praka J, dan Praka HS yang juga merantau dari daerah yang sama dengan korban.
Meskipun memiliki kesamaan latar belakang itu, alasan pelaku mengincar Imam yang juga berasal dari komunitas yang sama menjadi tanda tanya.
Masih ada kepingan yang hilang dalam kronologi penculikan dan penganiayaan yang dilakukan oknum TNI ini.
Terlebih lagi, pelaku dan korban disebut tak saling kenal dan ada korban lain yang dilepas.
Tak saling kenal
Menurut Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Danpomdam Jaya) Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar, meskipun pelaku dan korban berasal dari komunitas yang sama, keduanya tak saling kenal.
Ketiga pelaku menyasar Imam yang merupakan penjual di toko kosmetik di Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, yang juga berasal dari Aceh.
"Tidak saling kenal, tapi korban ini adalah komunitas orang-orang di tempat itu, apa kegiatannya mereka tahu sehingga mereka melakukan pidana itu (penculikan dan pemerasan)," tutur Irsyad, Selasa (29/8/2023).
Pelaku diduga hendak memeras Imam yang bekerja sebagai penjual obat ilegal itu.
Namun, pemerasan dilakukan melalui penyiksaan hingga akhirnya Imam meninggal.
Satu korban lain dilepaskan
Di sisi lain, Irsyad mengungkapkan, ada korban selain Imam Masykur yang diculik oleh tiga oknum prajurit TNI.
Akan tetapi, korban lain itu dilepaskan oleh pelaku.
"Ada satu korban juga yang diculik. Sebenarnya yang diculik itu dua orang, tapi yang satu dilepas.
Dilepas di sekitar Tol Cikeas," ungkap Irsyad.
Irsyad menjelaskan, saat itu satu korban dilepaskan karena sudah dalam kondisi sesak napas.
Kini korban yang selamat itu sudah diperiksa sebagai saksi.
Pemeriksaan itu dilakukan untuk mendalami dan mengumpulkan alat bukti terkait dugaan penculikan dan penganiayaan yang dilakukan tiga oknum prajurit tamtama tersebut.
"Saksi yang diperiksa itu total delapan orang," jelas Irsyad.
Motif belum bisa diungkap
Kasus ini semakin memunculkan tanda tanya lantaran Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Hamim Tohari belum mau mengungkap motif pembunuhan warga sipil itu secara lengkap.
Hamim beralasan motif secara lengkap belum bisa diungkap karena masih dalam proses penyelidikan Polisi Militer Kodam (Pomdam) Jaya dan dikhawatirkan berbias.
"Karena mungkin akan ditemukan alat bukti maupun keterangan-keterangan baru dari saksi-saksi yang diperiksa sehingga ini belum bisa disampaikan saat ini supaya nanti tidak berbias,” kata Hamim, Selasa.
Hamim juga berdalih Pomdam Jaya beserta Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad) masih mengumpulkan fakta-fakta yang bisa mendukung dari pengungkapan kasus ini.
"Nanti setelah lengkap akan kami sampaikan dan tentu ini menjadi bagian dari proses hukum," ujar Hamim.
Ponsel korban belum ditemukan
Hamim mengaku belum bisa memberikan informasi terperinci soal penculikan dan pemerasan Imam lantaran masih banyak alat bukti yang belum dikumpulkan, termasuk ponsel korban.
"Handphone korban juga belum kami temukan. Ini masih dalam proses pencarian," ucap Hamim.
Dengan demikian, Hamim mengatakan, instansinya tidak akan berspekulasi dengan asumsi-asumsi, misalnya ada anggapan kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi.
"Sehingga, ini belum bisa disampaikan saat ini supaya ini tidak jadi bias. Kami masih kumpulkan semua fakta yang mendukung dari pengungkapan kasus ini," lanjut dia.
Korban pernah ditangkap
Menurut Ketua RT setempat, Sarip Marjaya, Imam pernah ditangkap karena menjual obat terlarang di toko kosmetik tersebut.
"Iya, sempat ditangkap sebelum kejadian kemarin (diculik oknum Paspampres).
Kebetulan yang punya kontrakan saya panggil, tolong yang ngontrak itu tanyain," kata Sarip, Senin (28/8/2023).
Imam menduga, toko kosmetik yang dijaga Imam itu memang hanya kedok saja untuk menjual obat-obatan ilegal.
Seorang pedagang berinsial B (40) mengungkapkan hal serupa.
Menurut dia, Imam pernah ditangkap dua bulan yang lalu.
Namun, ia kemudian dibebaskan.
"Setahu saya waktu kejadian pertama, warung itu diciduk, selang dua bulan yang kemarin. Tapi besoknya sudah buka. Enggak tahu saya oknum mana yang tangkap," ucap dia.
Kendati begitu, B enggan mengungkapkan secara terperinci mengenai produk apa yang dijual oleh Imam itu.
Ia hanya menegaskan bahwa para pelanggan di toko kosmetik Imam itu rata-rata pengamen hingga tukang parkir.
Kabar penculikan dan penganiayaan yang mengakibatkan Imam tewas di tangan oknum Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) viral di media sosial Instagram.
Imam Masykur merupakan pria asal Desa Mon Kelayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh.
Imam disebut sempat diculik sebelum akhirnya tewas dianiaya oknum TNI.
Adapun Praka RM bertugas sebagai anggota Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan, sedangkan Praka HS bertugas sebagai anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat.
Sementara itu, Praka J bertugas sebagai anggota Kodam Iskandar Muda.
Ketiganya kini ditahan di Pomdam Jaya Jayakarta dan sudah ditetapkan tersangka atas kasus penculikan dan penyiksaan terhadap Imam.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ada Kepingan yang Hilang dalam Kronologi Oknum TNI Culik dan Bunuh Warga Aceh"
(*)