Grid.ID – Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap pekerjaan merawat rumah adalah tanggung jawab istri sepenuhnya. Mulai dari mencuci, memasak, menyapu, hingga mengurus anak.
Adanya anggapan itu dibuktikan oleh survei yang dilakukan International Labour Organization (ILO), di mana perempuan melakukan tugas perawatan rumah tanpa dibayar (unpaid care work) 3-4 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Para istri masih dibebankan pekerjaan rumah, meskipun mereka juga mengemban peran sebagai pencari nafkah. Tak heran survei Cigna Corporation pada 2019 menemukan bahwa perempuan yang telah menikah dan bekerja merasa lebih stres dibandingkan laki-laki.
Hal itu terjadi bukan karena perempuan tidak mampu menjalani pekerjaannya dengan baik, melainkan banyaknya ekspektasi yang dibebankan kepada mereka. Mengapa demikian?
Baca Juga: Perempuan Pegang Peran Penting dalam Pemilu 2024, KPU Dukung Dengan Upaya ini
1. Merasa bertanggung jawab akan seluruh pekerjaan rumah.
Jika melihat realitanya, stigma bahwa istri adalah pengurus rumah tangga sering kali membuat perempuan merasa bertanggung jawab akan seluruh pekerjaan di rumah.
Di sisi lain, keluarga dengan pendapatan terbatas tidak bisa menyewa jasa Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau care worker untuk mengurus anak. Pada akhirnya, istri dituntut harus bisa membagi waktu untuk mengurus keduanya dengan baik.
2. Sedikit waktu luang untuk me time.
Ungkapan “Menjadi seorang ibu adalah pekerjaan penuh waktu” mungkin ada benarnya. Apalagi, ditambah kesibukan bekerja, para istri jadi tak memiliki banyak waktu untuk me time. Tak heran jika perempuan rentan jenuh dan stres.
3. Tidak ada dukungan dari orang sekitar.
Di tengah tingginya tuntutan pekerjaan kantor dan rumah tangga, tak jarang para istri tidak mendapatkan dukungan dari orang di sekitarnya, termasuk suami.