Lampah dalam bahasa Jawa memiliki arti berjalan. Sehingga, lelampah dapat dipahami sebagai suatu proses perjalanan.
Laku lelampah Putu Sutawijaya tak lain untuk menelisik kembali jejak histori cerita Garudeya dari Candi Kedaton, Probolinggo, Jawa Timur.
Cerita ini bermula ketika Kadru dan Winata, dua istri Begawan Kasyapa meminta anak kepada suaminya.
Kadru ingin seribu anak sedangkan Winata hanya ingin dua anak.
Kemudian, Kasyapa memberikan seribu telur kepada Kadru dan dua telur untuk Winata.
Kemudian, telur milik Kadru menetas lebih dulu dan menghasilkan seribu naga.
Hal itu pun membuat Winata iri, sehingga, ia memecah satu telurnya yang belum waktunya menetas.
Lalu, lahirlah Aruna dalam keadaan belum sempurna. Kondisi itu membuat Aruna marah dan mengutuk ibunya bahwa suatu saat akan menjadi budak Kadru beserta anak-anaknya.
Aruna berpesan agar ibunya menjaga telur yang lain karena akan melahirkan anak yang bisa membebaskan dari perbudakan.
Singkat cerita, Winata pun menjadi budak untuk Kadru beserta anak-anaknya karena tindakan licik dari mereka.
Ketika Garuda menetas, Winata sedang menjalani masa perbudakannya.
Baca Juga: Sambut HUT ke-60, Digelar Kompas Gramedia Festival