Grid.ID – Lembaga demokrasi yang merepresentasikan semua kelompok masyarakat adalah cerminan dari demokrasi yang sehat dan tangguh.
Oleh sebab itu, sistem Pemilihan Umum (Pemilu) harus dilaksanakan secara inklusif. Artinya, setiap kelompok masyarakat memiliki akses dan kesempatan yang sama dalam memilih maupun mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg), terlepas dari gender.
Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi Pemilihan Umum Betty Epsilon Idroos dalam siaran pers KPU Republik Indonesia usai mengisi kegiatan Forum Group Discussion (FGD) dalam Penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMN 2025-2029 Bidang Politik dan Komunikasi Kementerian PPN Bappenas di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Menurut Betty, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 Ayat 1C, daftar bakal calon legislatif perempuan memiliki kuota paling sedikit 30 persen pada setiap daerah pemilihan (dapil).
Baca Juga: KPU Segera Tetapkan DCT Pemilu 2024, Keterwakilan Perempuan Harus Capai 30 Persen
"Kebijakan ini sedang diminta oleh putusan Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan tindak lanjut. Setiap tiga orang (bakal calon legislatif) dapat paling sedikit satu bakal calon perempuan," terang Betty dalam keterangan resmi yang diterima Grid.ID, Jumat (6/10/2023).
Kendati demikian, Betty mengatakan kebijakan tersebut tak lepas dari tantangan. Salah satunya, tindakan afirmasi (affirmative action), yang mana kebijakan tersebut hanya memberikan akses pencalonan bagi perempuan saja.
"Sementara pada proses kontestasinya, untuk mendapatkan kursi mungkin masih terdapat banyak ketimpangan dalam strategi berpolitik, akses informasi, dan berelasi dengan calon konstituen. Pencalonan perempuan masih dominan dilandasi oleh faktor kekerabatan," jelasnya.
Padahal, kata Betty, ada banyak dampak positif yang bisa terjadi apabila perempuan diberi ruang untuk terlibat pada gelaran pesta demokrasi Pemilu 2024.
Baca Juga: Ramai Artis Nyaleg di Pemilu 2024, Denny Caknan Akui Sudah Belajar Politik, Siap Terjun?
Selain mengurangi tingkat diskriminasi terhadap perempuan, proses perumusan hingga pengawasan kebijakan serta peraturan perundang-undangan dapat menjadi lebih seimbang dan “berwarna”.
“Ketika perempuan diberikan kesempatan untuk menyampaikan kepentingan politik secara mandiri, perempuan juga dapat membantu meningkatkan keadilan gender dalam ruang pendidikan, sosial, politik, budaya, dan agama,” kata Betty.
Menurut Betty, keterlibatan perempuan di ranah politik dapat ditingkatkan jika KPU dan Partai Politik (Parpol) sama-sama aktif bekerja sama.
“Strateginya bisa berupa meningkatkan pendidikan politik, kaderisasi, dan rekrutmen yang serius dari Parpol untuk mendorong kuantitas dan kualitas representasi perempuan. Selain itu, membangun tradisi literasi yang unggul agar terwujud intelektual perempuan yang memihak,” ujar Betty.
Baca Juga: Pemilu 2024 di Papua Akan Menggunakan Sistem Noken, KPU Rancang PKPU dan Petakan Wilayah
Strategi lainnya, kata Betty, bisa meningkatkan partisipasi perempuan di penyelenggaraan Pemilu 2024, mulai dari sebagai anggota Parpol, Tim Seleksi, Tim Asesmen Pejabat Daerah, Pejabat Pemerintah Daerah, hingga Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Polri.
Betty juga berharap, dukungan dari semua pihak untuk peningkatan kualitas dan kuantitas peranan perempuan memperbaiki demokrasi bisa tercapai dengan baik melalui instrumen Pemilu.
"Jadi, mohon atensi dan dukungan dari semua pihak agar mewujudkan kepentingan banyak perempuan di luar sana demi Indonesia yang jauh lebih baik. (Semoga) penyelenggaraan demokrasi ini dapat terselenggara dengan baik sebagaimana putusan Mahkamah Agung," pungkas Betty.
Menjaga perempuan di ruang Pemilu 2024
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi meminta semua pihak agar menjaga keamanan dan kenyamanan kelompok perempuan dalam gelaran Pemilu 2024.
“Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan Indonesia telah ditegakkan melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 dan diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005,” kata Siti.
Baca Juga: KPU Siap Alirkan Logistik Pemilu 2024 dengan Cepat dan Tepat Sasaran
Siti pun berharap, keputusan dan peraturan presiden tersebut dapat mendukung terselenggaranya kampanye JITU untuk Pemilu 2024.
“JITU, yang digagas pada 2009, merupakan akronim dari jeli, inisiatif, toleran, dan ukur. Langkah ini dibuat agar masyarakat melakukan rekam jejak terhadap wakil rakyat. Mungkin kita bisa tawarkan ini sebagai bahan untuk kita sosialisasikan," tutur Siti.
Menanggapi Siti, Wakil Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy berharap, pemilih dapat memastikan caleg yang memiliki visi untuk mendukung penegakan HAM.
Adapun penegakan HAM yang dimaksud termasuk perlindungan dari segala bentuk diskriminasi terhadap semua warga negara, khususnya kelompok rentan seperti perempuan.
"Kami berharap diksi-diksi dalam kampanye pun ke depan dibuat sebaik mungkin. Agar tidak ada diskriminasi atau pelecehan terhadap kaum perempuan," harap Olivia.