Grid.ID − Apabila ada cara untuk mengetahui kesehatan organ hati dengan cepat, aman, dan tanpa merasa sakit, pasti akan menjadi kabar baik bagi banyak orang, khususnya yang peduli dengan kesehatan.
Inilah mengapa elastografi hati menjadi suatu topik yang menarik dan penting untuk dibahas lebih lanjut.
Dalam penjelasan kali ini, kita akan mengetahui bagaimana elastografi hati mengubah cara kita memahami dan mengatasi penyakit hati.
Tidak hanya itu, kita juga akan melihat keuntungan dari pemeriksaan ini, bagaimana teknologi ini dapat membantu penanganan dini dan pengobatan yang lebih efektif.
Pengertian dari Elastografi Hati dan Contoh Penyakit Hati
Menurut dr. Saut Horas H. Nababan, Ph.D., Sp.PD-KGEH, dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastroenterohepatologi yang aktif melayani pasien di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, elastografi hati adalah metode pemeriksaan non-invasif yang sudah rutin digunakan di MRCCC terutama pada pasien dengan penyakit hati kronis.
Secara sederhana, alat ini mengukur kekakuan hati yang secara tidak langsung dikaitkan dengan derajat fibrosis hati.
Jadi dengan menggunakan alat ini, dokter bisa menilai apakah sudah terdapat komplikasi dari penyakit hati kronis yang diderita pasien.
“Jadi, alat ini bisa digunakan pada kasus-kasus seperti infeksi virus hepatitis B dan C, sirosis, penyakit hati alkoholik, penyakit hati non-alkoholik, dan penyakit hati yang terkait gangguan metabolik. Pemeriksaan ini juga berguna dalam memantau perkembangan penyakit hati akibat obat-obatan atau autoimun,” lanjut dr. Saut.
Baca Juga: Kompak Berlenggak-lenggok Bak Model, Gisella Anastasia dan Rino Soedarjo Bener Balikan?
Keuntungan dari Menjalani Elastografi Hati dan Perbedaan dengan USG
Setiap kita melakukan pemeriksaan medis, tentu kita akan memilih pemeriksaan apa yang memberikan manfaat serta aman dan tidak menimbulkan efek samping.
Elastografi hati memiliki beberapa keuntungan, di antaranya adalah:
a. Tidak invasif: Tidak ada penyisipan jarum atau pemotongan yang diperlukan.
b. Tidak menyakitkan: Pasien tidak akan merasakan ketidaknyamanan atau rasa sakit selama pemeriksaan.
c. Dapat menilai derajat fibrosis dan derajat perlemakan hati.
Perbedaan elastografi hati dan USG terletak pada informasi yang diberikan.
Baca Juga: Rieta Amilia Mangkir Lagi dari Sidang Gono-gini, Kuasa Hukum Akui Tak Tahu Alasannya
“Pemeriksaan USG secara umum menilai struktur dan kondisi organ, sementara elastografi hati menilai derajat fibrosis dan perlemakan hati,” ujar dr. Saut.
Persiapan Sebelum Pemeriksaan Elastografi Hati dan Lama Pemeriksaan
“Tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan oleh pasien, pasien hanya diminta berpuasa tiga jam sebelum pemeriksaan,” ujar dr. Saut yang juga merupakan dokter spesialis lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Lebih lanjut dr. Saut menjelaskan, waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan elastografi hati singkat sekitar 5-10 menit dan hasil pemeriksaan dapat dilihat langsung oleh pasien.
Hasil pemeriksaan dapat membantu dokter dalam mendiagnosis, menentukan tingkat keparahan penyakit hati, merencanakan perawatan, serta memantau perkembangan pasien selama pengobatan.
Pola Hidup untuk Mencegah Perlemakan Hati
Berikut merupakan beberapa tips yang dibagikan oleh dr. Saut sebelum mengakhiri sesi wawancara terkait dengan apa yang bisa kita upayakan agar meminimalisir terkena penyakit perlemakan hati:
1. Pertahankan berat badan yang sehat: Jika kelebihan berat badan atau obesitas, penurunan berat badan secara bertahap dengan mengombinasikan diet sehat dan olahraga dapat membantu mengurangi penumpukan lemak di hati.
2. Olahraga teratur: Menjalani kegiatan fisik secara teratur dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi lemak di hati.
3. Pola makan sehat: Fokus pada makanan yang seimbang dengan menghindari makanan yang tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan garam berlebih.
Makanan yang tinggi serat, seperti buah-bahan, sayuran, dan biji-bijian, dapat membantu memperbaiki metabolisme tubuh.
4. Mengelola resistensi insulin: Penting untuk mengontrol kadar gula darah dengan mengikuti diet rendah karbohidrat dan menjaga pola makan seimbang.
5. Konsumsi alkohol secara bertanggung jawab: Pengurangan atau menghindari konsumsi alkohol secara keseluruhan akan membantu menjaga kesehatan hati.
“Kasus perlemakan hati akibat gangguan metabolik di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam dekade akhir. Faktor-faktor seperti perubahan gaya hidup, pola makan yang tidak sehat, tingginya insidensi obesitas dan diabetes telah berkontribusi terhadap peningkatan kasus perlemakan hati di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menderita atau berisiko terserang penyakit hati akibat gangguan metabolik,” pungkas dr. Saut.
(*)