"(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," ujar dia.
Sementara itu, Harvey juga diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo Lasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Setelah ditelusuri, rupanya korupsi itu sudah terjadi sejak tahun 2018-2019.
Menurut Kuntadi, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RS mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, Harvey Moeis menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu inisial MRPT alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Akhirnya mereka menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Setelah itu, Harvey Moeis menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud.
Tak hanya itu, Harvey juga meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Dilansir dari Tribuntrends.com, buntut perbuatannya itu, para tersangka diduga merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Terlibat kasus korupsi, rupanya Harvey bukan sosok sembarangan.