Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum
Grid.ID – Rasa tidak percaya diri atau insecure karena penampilan kerap dialami oleh kebanyakan perempuan.
Apalagi jika konteksnya perempuan hendak mengubah penampilannya dengan alasan tertentu.
Misalnya dalam mengenakan hijab pertama kalinya, ada banyak perempuan yang masih merasa tidak percaya diri.
Rasa tidak percaya diri ini tidak hanya menghantui perempuan dewasa tapi juga perempuan remaja di usia sekolah.
Ayoe Sutomo, Psikolog Klinik Anak, Remaja dan Keluarga mengungkapkan bahwa perasaan ini sangat normal terjadi pada remaja.
“Itu normal things apalagi buat anak-anak remaja yang sangat concern pada hal tersebut (penampilan). Salah satu tanda perkembangannya adalah mulai peduli pada penampilan, mulai peduli pada hal-hal yang tadinya tidak diperhatikan,” kata Ayoe dalam sharing session ‘Agar Cantikmu Semakin Bermakna’ yang diadakan oleh Stylo Indonesia, di Hotel Swiss Belresidence Kalibata, Jakarta, Sabtu (30/3/2024).
Ayoe tak menampik bahwa pemakaian hijab oleh remaja perempuan seringkali menjadi alasan rasa insecure.
Namun, hijab juga bisa menjadi kesempatan untuk meningkatkan rasa percaya diri.
Untuk mencegah ataupun mengatasi rasa tidak percaya diri ini, Ayoe mengungkapkan ada 2 faktor yang membantu.
Yang pertama adalah faktor internal, yaitu faktor yang datang dalam diri setiap individu.
“Kalau dari dalam diri, mulai berkenalan dengan konsep diri yang lebih positif di mana kita nggak melihat kelebihan kita hanya dari fisik saja. Mulai mencari hal-hal lain di luar fisik yang kemudian bisa kita kembangkan untuk menjadi potensi yang bisa jadi keunggulan,” jelas Ayoe.
Meski demikian, hal ini bukan berarti penampilan fisik harus dikesampingkan atau dianggap tidak penting.
Jika kita bisa mengelola kekurangan dengan baik, tentunya hal tersebut bisa mendukung satu sama lain.
“Tapi tidak berarti mengesampingkan fisik. Karena itu salah satu bagian yang cukup menunjang. Kalau bisa dikelola dengan baik bisa menjadi hal yang mendukung satu sama lain tapi tidak menjadikan itu satus-satunya barometer kepercayaan diri,” lanjut Ayoe.
Nah, salah satu cara untuk menggali potensi di dalam diri adalah dengan mencoba hal-hal baru hingga bertemu dengan banyak orang.
“Jangan takut mencoba hal hal yang mungkin belum kita coba. Jangan jangan justru di situlah kita bertemu dengan keunggulan atau kelebihan yang kita miliki,” ujarnya.
Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yang berasal dari luar diri kita seperti lingkungan di sekitar.
Baca Juga: Gramedia Store Hadir di GAIA Pontianak: Lebih Dekat dan Semakin Menginspirasi
Penting untuk memilih lingkungan pergaulan yang sehat dan suportif yang tidak membanding-bandingkan seorang individu dengan individu lainnya.
Pasalnya, perbandingan sosial yang berlebihan bisa semakin memperparah rusaknya kepercayaan diri.
“Cari lingkungan yang tepat yang tidak melakukan pembandingan berlebihan terhadap konsep fisik yang kurang tepat atau berlebihan. Jadi memang sehat. Karena kadang kala perbandingan sosal yang cukup kejam di media sosial di lingkungan sekitar seringkali pada akhirnya merusak kepercayaan diri,” timpal Ayoe.
Terakhir, Ayoe menekankan bahwa perasaan insecure atau perasaan tidak percaya diri adalah wajar dan pasti dialami oleh semua individu.
Namun, tiap individu punya pilihan dalam menyikapi perasaan itu, apakah akan berlarut-larut dalam perasaan tersebut atau justru menjadikan perasaan itu sebagai pendorong untuk menggali potensi dan kelebihan lain dalam diri.
“Insecure itu pernah mampir dalam diri kita. Tapi kita selalu punya pilihan, mau mengambil perasaan insecure yang datang ke kita ini sebagai sesuatu yang kita lihat sebagai ‘oh ya saya kurangnya di sini maka saya perlu melakukan improvement atau berlatih memperbaiki hal hal yang menjadi sumber insecure’ atau justru kebalikannya, kita tergulung dalam rasa insecure tersebut hingga makin tidak percaya diri, makin jauh konsep dirinya nggak oke, dan akhirnya menilai diri sendiri semakin kecil dan semakin tidak berarti,” pungkas Ayoe.
(*)