Find Us On Social Media :

Rayakan Hari Autisme Sedunia, TikTok Bagikan Cerita 3 Kreator Demi Tingkatkan Kesadaran tentang Autisme di Indonesia

By Grid., Rabu, 3 April 2024 | 16:41 WIB

Hari Autisme Sedunia yang jatuh pada 2 April pun menjadi momen untuk menyebarkan pemahaman tentang autisme dan meningkatkan dukungan terhadap anak-anak dengan autisme kepada masyarakat luas.

Grid.ID - Jumlah orang yang mengalami gangguan spektrum autisme (Autism Spectrum Disorder/ASD) di Indonesia mencapai sekitar 2,4 juta orang, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir dari situs Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jumlah orang dengan autisme pun diperkirakan meningkat hingga 500 orang setiap tahunnya.

Gangguan perkembangan neurologis ini mengakibatkan mereka kesulitan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi, sehingga mereka pun membutuhkan metode yang berbeda dalam belajar dan beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat.

Namun, pemahaman masyarakat tentang autisme masih perlu diupayakan, melihat masih adanya kasus-kasus diskriminatif terhadap anak-anak dengan autisme.

Hari Autisme Sedunia yang jatuh pada 2 April pun menjadi momen untuk menyebarkan pemahaman tentang autisme dan meningkatkan dukungan terhadap anak-anak dengan autisme kepada masyarakat luas.

Hal ini pun juga terus dilakukan oleh para kreator TikTok yang berbagi pengalaman autentik mereka dari beragam sudut pandang, mulai dari seorang pelari marathon yang sekaligus merupakan penyandang autisme, seorang terapis untuk anak-anak berkebutuhan khusus, hingga orang tua dari seorang anak dengan autisme.

Simak kisah selengkapnya dari tiga kreator TikTok pegiat edukasi seputar autisme berikut ini.

Natrio Catra Yososha (@natrio_catra_yososha) buktikan penyandang autisme bisa raih prestasi

Memiliki autisme tidak membatasi Yososha dalam mengeksplorasi kegiatan yang ia sukai.

Pria yang akrab disapa Osha ini, terdiagnosa dengan ASD sejak usia 8 tahun.

Baca Juga: Masya Allah, Dibully Teman dan Tetangga Gegara Autis, Bocah Ini Malah Berhasil Jadi Hafiz dan Hafal 5 Juz Al Qur'an, sang Ibu: Anak Saya Pasti Bisa

Namun, berkat dukungan sang ibu, Osha tak berhenti mengeksplorasi minatnya.

Mulai dari bermain musik hingga mampu bermain biola, menempuh studi di jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada sesuai minatnya sejak kecil di bidang sejarah dan kepurbakalaan, hingga menjadi pelari marathon pertama di Indonesia dengan autisme.

Sejak tahun 2022, Osha pun kerap membagikan kisahnya sebagai penyandang autisme di usia dewasa kepada komunitas TikTok.

Salah satu kontennya yang paling banyak menarik komentar dan interaksi dari komunitas adalah tentang masking, yaitu cara orang dewasa dengan autis menutupi ciri khas autisme saat sedang di depan publik, misalnya dengan berusaha lebih lama kontak mata dan mengurangi distraksi fokus.

Ia memperlihatkan kesehariannya sebagai orang dewasa, caranya memecahkan masalah, dan terus menekankan bahwa dirinya yang sekarang adalah hasil dari perjuangan panjang sejak kecil.

Konten-kontennya pun membantu komunitas TikTok untuk lebih memahami tentang tantangan dan usaha orang dengan autisme, sehingga harapannya bisa lebih berempati.

Melalui konten-kontennya, Osha ingin memberikan pemahaman bahwa anak dengan autisme pun dapat menjalani kehidupan dewasa yang mandiri dan berprestasi.

Gugun Hernandes (@duniaautis) berikan kiat dan semangat kepada para orang tua yang memiliki anak dengan autisme

Sebagai seorang ayah dengan anak berkebutuhan khusus, Gugun Hernandes merasakan adanya kebutuhan untuk saling mendukung antara sesama orang tua dengan anak yang memiliki gangguan autisme.

Gugun, yang berprofesi sebagai seorang kuli bangunan, serta sang istri yang merupakan seorang tenaga kesehatan, terus berjuang untuk mengupayakan terapi bagi anak sulung mereka, Uwais Al Zaigham.

Di salah satu unggahannya, ia bercerita tentang tekadnya untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar pada anaknya lewat kegiatan sehari-hari.

Baca Juga: Lebih Dekat dengan Seniman Penyandang Autisme dalam Pameran ‘Bianglala Seribu Imajinasi’ di Bentara Budaya Jakarta

Gugun pun menunjukkan, meski dengan keterbatasan biaya, terapi anak dengan autisme dapat dilakukan di rumah dengan alat sederhana serta komitmen dari keluarga.

Perlahan tapi pasti, anaknya pun mulai menguasai kemampuan dasar seperti berhitung dan bersosialisasi.

Ia juga tak segan menjawab berbagai pertanyaan dari komunitas TikTok, sekaligus memperlihatkan bagaimana ia mengajarkan sang anak dan mengutamakan pentingnya orang tua untuk tetap berusaha menjalin hubungan dekat dengan sang anak.

Lewat TikTok, Gugun menjadi lebih terhubung dengan sesama orang tua yang memiliki pengalaman serupa, banyak orang tua yang jadi merasa tidak sendirian.

Konten-konten Gugun, yang banyak memperlihatkan tips terapi di rumah dan menekankan pada pentingnya kehadiran orang tua dalam tumbuh kembang anak, menjadi inspirasi bagi para orang tua dan pendamping anak dengan autisme lainnya.

Gugun pun juga sering berinteraksi, mendukung, dan berbagi pengalaman dengan para orang tua secara langsung melalui TikTok LIVE.

Rezki Achyana (@rezkiachyana) bagikan pengalamannya sebagai terapis anak dengan autisme

Rezki Achyana, atau yang akrab disapa Kiki, merupakan seorang behavioralist (ahli perilaku) dan juru bahasa isyarat yang aktif membuat konten di TikTok untuk memberikan edukasi tentang autisme dan gangguan neurologis lainnya.

Ketika pandemi COVID-19 melanda di tahun 2020, Kiki melihat bahwa orang-orang membutuhkan konten yang lebih relevan dengan keseharian mereka di rumah, termasuk anak-anak yang belajar di rumah bersama orang tua mereka.

Berangkat dari observasi ini dan ditambah dengan visinya untuk meningkatkan inklusivitas bagi kaum disabilitas, di mana Kiki sendiri merupakan penyintas autoimun, Kiki pun mulai berbagi tentang kesehariannya sebagai behavioralist bagi para penyandang autisme.

Baca Juga: Hadirkan Karya-karya Unggul Seniman Pengidap Autisme, Pameran Bianglala Seribu Imajinasi Resmi Dibuka Hari Ini

Melalui akun TikTok-nya, Kiki membahas beragam topik, mulai dari bagaimana mengenali indikasi gangguan perkembangan neurologis seperti autisme dan ADHD, hingga cara menghadapi tantrum, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), dan mengelola emosi anak-anak berkebutuhan khusus.

Konten-konten Kiki pun dibuat berdasarkan pertanyaan dari para orang tua yang ingin lebih paham tentang autisme. Banyak orang tua yang menonton konten dari Kiki menjadi lebih mawas tentang ciri khas autisme pada anaknya, sehingga bisa mengambil tindakan langsung untuk memastikan tumbuh kembang anak.

Sejalan dengan misi untuk membagikan kreativitas dan kebahagiaan, TikTok terus berupaya untuk menciptakan ruang yang aman, inklusif, dan ramah bagi semua, memungkinkan setiap orang untuk dapat berekspresi dan berbagi nilai positif dengan komunitas.

Mari kita bangun kesadaran tentang autisme dengan berbagi konten edukatif dan bermanfaat melalui konten positif di TikTok.

Untuk cerita lainnya dari TikTok, kunjungi Ruang Berita TikTok. (*)