Grid.ID – Kesenian tradisional saat ini tengah menghadapi tantangan dan peluang di era globalisasi, tak terkecuali seni tari.
Adeging Mangkunegaran ke-267 (pendirian atau pembentukan Mangkunegaran) dan Hari Tari Dunia, yang jatuh pada 29 April hadir sebagai identitas keberagaman seni tari tradisional Indonesia.
Menurut survei BPS tahun 2021, 8,2% masyarakat Indonesia pernah menonton pertunjukan tari.
Oleh karenanya, dalam rangka memperingati dan merayakan Adeging Mangkunegaranke-267 dan Hari Tari Dunia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI melalui Direktur Jenderal Kebudayaan bersinergi dengan Pura Mangkunegaran,menyelenggarakan gelaran trilogi tari dalam rangka merayakan Hari Tari Dunia dan memperingati Adeging Mangkunegaran ke-267, pada 27-29 April 2024 di Surakarta, Jawa Tengah.
Gelaran trilogi tari ini dimulai di Candi Sukuh, tempat yang kaya akan simbolisme kesuburan.
Acara berlanjut di Puro Mangkunegaran, sebagai simbol rumah dan warisan budaya.
Tampilan Tari Bedhaya Senapaten Diradameta kaya akan nilai-nilai spiritual dan historis.
Trilogi ini mencapai puncaknya dengan perayaan Perhelatan 24 Jam Menari yang digelar di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, melambangkan kelahiran dan energi berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyambungkan kembali masyarakat modern dengan akar budaya mereka melalui perayaan seni tari yang mendalam dan penuh makna.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan Direktorat Jenderal KebudayaanKementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terusberkomitmen untuk memperkuat identitas nasional melalui kebudayaan, menjadikan Indonesia sebagai pusat keunggulan seni dan budaya di tingkat global.
“Termasuk di dalamnya seni tari tradisional yang di dalam setiap geraknya memiliki makna yang merepresentasikan warisanmasa lalu dan juga cerminan dari kehidupan masa kini."
Baca Juga: Bak Tak Kapok, Rio Reifan Diciduk Lagi Gara-gara Narkoba, Polisi Buru Si Pemasok Barang Haram