"Untuk itu, lewat rangkaian acara yang berkolaborasi dengan Pura Mangkunegaran, tidak hanya akan menonjolkan keindahan seni tari, tetapi juga bertujuan untuk menghubungkan kembali masyarakat modern dengan akar budaya mereka yang mendalam.”
Dalam rangkaian upaya menggabungkan tradisi dan modernitas, Direktorat JenderalKebudayaan dan Pura Mangkunegaran tidak hanya berperan sebagai pelindung warisanbudaya, tetapi juga sebagai dua pilar kekuatan yang mendukung pengembangan dan pelestarian kebudayaan di Indonesia.
Keduanya, melalui kolaborasi yang sinergis, bertindak sebagai simbol kekuatan yang mempertemukan masa lalu dan masa kini, mengangkat nilai-nilai kebudayaan yang menjadi fondasi identitas nasional.
Pemimpin Pura Mangkunegaran Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA)Mangkunegara X mengatakan “Pura Mangkunegaran sebagai salah satu institusi kerajaan tradisional di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terus berupaya agar kebudayaan tidak sekadar menjadi warisan masa lalu.
Untuk melestarikan kebudayaan di tengah zaman yang terus berubah, beragam upaya pengembangan dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.”
“Kami senang dapat berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan dan berharap lebih bermanfaat untuk masyarakat, seniman, budayawan, dan semua pihak.
Di sini, Mangkunegaran bukan hanya memikirkan diri sendiri, kami ingin memberikan dampak yang lebih luas.”
Gelaran trilogi tari ini terdiri dari tiga acara utama yang saling terkait dan memperkuat makna satu sama lain, menyajikan simbolisme yang mendalam dan nilai budaya yang kaya dalam merayakan kesuburan akan dirangkai sebagai berikut:
1. Workshop dan Tarian Solah Bowo di Candi Sukuh
Di lokasi yang kaya akan simbolisme kesuburan, workshop ini dikurasi oleh Melati Suryodarmo, mengeksplorasi tema kesuburan melalui tarian.
Baca Juga: 5 Tahun Vakum, Chicco Jerikho Kembali Tekuni Olahraga Lari
Peserta diajak mengasah keterampilan fisik dan merangkai identitas budaya, memperkuat hubungan dengan warisan mereka.