Grid.ID – Stunting menjadi salah satu istilah yang mungkin sering didengar terutama kaum ibu.
Bagi ibu yang memiliki anak, stunting menjadi masalah yang sering terjadi pada anak-anak.
Mengenali ciri-ciri fisik anak mengalami stunting menjadi hal yang perlu dipahami oleh setiap ibu.
Dengan begitu, ibu bisa sigap melakukan pencegahan stunting sejak dini.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan stunting?
Melansir laman Kementerian Kesehatan, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang.
Beberapa tanda anak mengalami stunting bisa dilihat dari kondisi fisiknya.
Umumnya anak yang mengidap stunting memiliki panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Ciri-ciri Fisik Anak Alami Stunting
Baca Juga: Paula Verhoeven dan Asri Welas Jadi Bunda Asuh Anak Stunting!
Melansir Kompas.com, berikut sejumlah ciri yang dimiliki oleh anak stunting.
- Anak berbadan pendek tidak sesuai usianya.
- Proporsi tubuh anak cenderung normal tapi anak terlihat lebih muda.
- Berat badan rendah.
- Pertumbuhan tulang dan gigi terganggu.
- Anak jadi pendiam.
- Mudah mengalami penyakit infeksi.
- Memiliki kemampuan perhatian dan memori belajar yang buruk.
- Tanda pubertas terlambat.
Cara Mengukur Stunting Pada Anak
Ada cara yang dapat dilakukan untuk mengukur pertumbuhan anak dan mengindikasikannya terkena stunting.
Anak yang stunting dapat diketahui melalui pengukuran perbandingan antara tinggi, berat, serta usia anak.
Menurut Sekretaris Pokja IV Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi DKI Jakarta Hernalom Gultom, anak dikatakan stunting jika memiliki tinggi badan di bawah standar dari WHO.
Ia menjelaskan, perhitungan stunting dilakukan dengan cara mengurangi tinggi anak dengan angka 2 sesuai standar deviasi dari kurva pertumbuhan anak menurut WHO.
Contohnya, anak laki-laki usia dua tahun yang memiliki tinggi 87 cm. Jika anak itu berusia dua tahun, maka tinggi badan minimalnya adalah 81 cm.
Pengukuran stunting juga dilakukan untuk mengukur panjang badan anak di bawah dua tahun dan tinggi badan anak berusia dua tahun ke atas menggunakan alat antropometri yang tersedia di puskesmas.
Saran Ahli Gizi untuk Mencegah Stunting
Stunting pada anak adalah permasalahan yang tidak bisa diremehkan dan harus dicegah sejak dini.
Sebab stunting bukan hanya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak, tapi juga kognitifnya.
Anak yang stunting juga berisiko menderita penyakit kronis saat dewasa seperti obesitas, hipertensi, diabetes, dan lainnya.
Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif sebagai Dokter Spesialis Anak sekaligus Guru Besar FKUI menjelaskan ada dua penyebab stunting yaitu asupan gizi yang kurang dan meningkatnya kebutuhan gizi.
Asupan gizi yang kurang bisa dipengaruhi beberapa faktor seperti kemiskinan, penelantaran, hingga ketidaktahuan.
Sedangkan kebutuhan gizi yang meningkat bisa disebabkan oleh sakit, infeksi, prematuritas, alergi makanan, dan kelainan metabolisme.
Dalam mencegah stunting, salah satu upaya yang bisa dilakukab orangtua adalah mencukupi kebutuhan anak di 1000 hari pertama kehidupannya.
Apalagi setelah anak lahir hingga usia dua tahun, di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Selain memberikan ASI eksklusif, orangtua juga perlu memperhatikan asupan makanan pendamping ASI anak atau MPASI.
Terkait MPASI, Prof. Damayanti mengungkapkan pentingnya memberikan protein hewani, karbohidrat dan lemak untuk anak usia kurang dari 2 tahun.
“Makronutrien itu penting. Protein hewani, karbohidrat, dan lemak. Karena lemak itu adalah aspek untuk perkembangan otak seperti ASI,” jelas Prof. Damayanti dalam Webinar ‘Bersama Cegah Stunting, Wujudkan Generasi Sehat di Masa Depan’ yang dihadiri Grid.ID pada Rabu (26/01/2022).
Menurut Prof. Damayanti, banyak orangtua yang keliru dalam memberikan anak MPASI karena lebih menekankan kepada sayur dan buah.
“Sayur dan buah itu (untuk) anak di atas usia dua tahun. Bukan tidak diberi ke anak di bawah dua tahun, tapi dikenalkan dengan jumlahnya yang tidak banyak,” paparnya.
Daripada sayur dan buah yang kaya akan serat, protein hewani lebih penting dan lebih utama diberikan kepada anak di bawah dua tahun.
Hal ini lantaran protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap untuk tumbuh kembang anak yang optimal.
“Jadi sumber-sumber vitamin dan mineral (yang penting) itu semuanya ada di protein hewani, kecuali vitamin C. Jadi jangan seolah-olah semuanya didapatkan dari sayur dan buah,” lanjutnya.
Untuk mendapatkan protein hewani pun mudah karena bisa didapatkan melalui ikan, daging ayam, daging merah, telur, ati, hingga susu sapi.
(*)