Grid.ID - Inilah perbandingan kekayaan enam putra putri Soeharto.
Bambang Trihatmodjo disebut punya harta paling gendung dibanding putra putri Soeharto yang lainnya.
Mayangsari beruntung dinikahi Bambang Trihatmodjo?
Melansir dari TribunTrends.com, Hingga saat ini, keenam anak Soeharto dan Ibu Tien masih sering menjadi perhatian publik.
Banyak di antara mereka yang terlibat dalam dunia bisnis, seperti Bambang Trihatmodjo dan Tommy Soeharto, sementara yang lain terjun ke dunia politik, seperti Tutut Soeharto dan Titiek Soeharto.
Dari keenam anak Soeharto, siapa yang paling kaya? Berikut ringkasannya.
1. Tutut Soeharto
Putri sulung Soeharto dan Ibu Tien, Tutut Soeharto, mengikuti jejak ayahnya sebagai politikus.
Dia pernah menjabat sebagai anggota MPR RI Fraksi Golkar dan Menteri Sosial.
Selain itu, Tutut juga seorang pebisnis, memiliki Bank Yama dan berbagai bisnis serta properti.
Kekayaannya diperkirakan mencapai USD 205 juta atau sekitar Rp 3,06 triliun.
2. Sigit Soeharto
Sigit Soeharto, yang jarang tampil di media, adalah seorang investor yang handal.
Dia memiliki saham di BCA dan Nusamba Group.
Kekayaannya diperkirakan mencapai USD 455 juta.
3. Bambang Soeharto
Bambang Trihatmodjo, putra ketiga Soeharto dan suami dari artis Mayangsari, adalah pendiri PT Global Mediacom Tbk yang kemudian menjadi MNC.
Kekayaannya diperkirakan mencapai Rp 28 triliun.
4. Titiek Soeharto
Mantan istri Prabowo dan politisi Gerindra, Titiek Soeharto, sering melaporkan kekayaannya.
Diperkirakan kekayaannya mencapai Rp 592,58 miliar.
5. Tommy Soeharto
Tommy Soeharto, pebisnis di berbagai bidang, memiliki kekayaan diperkirakan mencapai Rp 9,7 triliun.
6. Mamiek Soeharto
Mamiek Soeharto, putri Soeharto yang jarang diperbincangkan, lebih fokus pada hobinya di bidang budi daya tanaman kebun.
Hartanya diperkirakan mencapai Rp 426 miliar.
Melansir dari Kompas.com, Soeharto, yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan Nasional, adalah presiden kedua Republik Indonesia.
Dilahirkan di Kemusuk, Yogyakarta, pada 8 Juni 1921, Soeharto berasal dari keluarga sederhana.
Ayahnya, Kertosudiro, adalah seorang petani dan pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sementara ibunya bernama Sukirah.
Soeharto mulai bersekolah saat berusia 8 tahun, mengawali pendidikannya di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean, sebelum pindah ke SD Pedes di Kemusuk Kidul.
Namun, kemudian dia dipindahkan ke Wuryantoro dan dititipkan di rumah adik perempuan ayahnya.
Soeharto memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah, pada tahun 1941, dan resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.
Dua tahun setelahnya, pada 26 Desember 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah.
Mereka dikaruniai enam anak: Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Soeharto memiliki karier panjang di bidang militer sebelum akhirnya menjadi jenderal.
Dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali Kota Yogyakarta pada tahun 1949.
Setelah terjadi insiden G-30-S/PKI pada 1 Oktober 1965, Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat dan diangkat sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) oleh Presiden Soekarno.
Pada tahun 1966, Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) dari Soekarno, yang memberinya tugas untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah insiden G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1967 menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden, dan setahun kemudian, pada Maret 1968, ia dikukuhkan sebagai presiden kedua RI.
Selama 32 tahun masa kepresidenannya, Soeharto berhasil membentuk Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang dimulai pada 1 April 1969 hingga 1994.
Tujuan Repelita adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan fokus pada bidang pertanian.
Melalui program ini, Soeharto melakukan pembangunan di berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, industri, dan infrastruktur.
Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 karena tekanan dari rakyat Indonesia.
Setelah itu, kesehatannya semakin menurun, dan ia meninggal dunia pada 27 Januari 2006, dalam usia 87 tahun.
Atas keberhasilannya dalam program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, Soeharto menerima berbagai penghargaan, termasuk United Nations Population Award dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 8 Juni 1989.
(*)