Find Us On Social Media :

Pola Kerja Hybrid dan Remote Rentan Picu Masalah Kesehatan Mental, Begini Cara Mengatasinya

By Content Marketing ADV, Jumat, 28 Juni 2024 | 11:58 WIB

Ilustrasi bekerja jarak jauh

Grid.ID – Saat ini, banyak perusahaan dan karyawan beralih ke sistem kerja hibrida (hybrid) dan jarak jauh (remote) secara permanen.

Dikutip dari laman Remote.com, sebanyak 44 persen perusahaan secara global tidak hanya membebaskan karyawan untuk bekerja dari mana saja, tetapi juga menerima pelamar kerja yang tidak berdomisili di negara tempat perusahaan berada.

Sebagai informasi, Remote merupakan platform daftar lowongan kerja remote. Platform ini juga menyediakan lowongan kerja work from home dari berbagai perusahaan di seluruh dunia.

Dengan fleksibilitas kerja yang ditawarkan oleh kerja hybrid atau remote, menurut platform tersebut, karyawan memiliki kebebasan untuk memilih lokasi dan waktu kerja sesuai preferensi pribadi. 

Meski begitu, pekerja dihadapkan pada tantangan baru terkait keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi yang memengaruhi kesehatan mental. 

Di Indonesia, hal ini selaras dengan hasil kajian Universitas Gadjah Mada (UGM) bertajuk “Kajian Vol. 1: Menilik Isu dan Urgensi Kesehatan Mental Pekerja Indonesia”.

Diketahui, kerja jarak jauh dapat mengaburkan batasan antara kehidupan profesional dan pribadi, sehingga rentan memicu masalah kesehatan mental. 

Temuan ini juga diperkuat oleh survei Populix pada 2022 yang menunjukkan bahwa 46 persen masalah kesehatan mental yang dialami masyarakat Indonesia dipicu oleh kesepian.

Isu kesehatan mental saat menjalani pekerjaan hybrid atau WFH juga disinggung oleh Chief People Officer Remote, Barbara Matthews.

Rasa kesepian, kata Barbara, dipicu karena minimnya interaksi tatap muka langsung dengan rekan kerja. Selain itu, platform digital juga dianggap tidak dapat sepenuhnya menggantikan interaksi sosial di kantor.

“Bekerja di luar kantor dapat membuat Anda merasa terisolasi dan kesepian. Menciptakan persahabatan di kantor secara online bisa dilakukan, tetapi tidak terasa nyata sehingga membuat pekerja jarak jauh merasa stres dan cemas,” ungkapnya.

Fleksibilitas kerja jarak jauh juga dinilai rentan memicu ketidakseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan.

Batasan antara waktu bekerja dan waktu pribadi menjadi kabur, sehingga karyawan cenderung bekerja di luar jam kerja atau di akhir pekan.

“Bekerja di kantor memiliki rutinitas yang jelas seperti jam kerja dan waktu istirahat. Namun dengan kerja jarak jauh, batasan-batasan tersebut menjadi samar,” katanya.

Apabila dibiarkan, kondisi ini dapat memicu kelelahan, stres, dan berkurangnya waktu untuk bersosialisasi, beristirahat, dan melakukan aktivitas di luar pekerjaan.

Baca Juga: 5 Shio Paling Cocok Kerja Remote, Senang Melakukan Tanggung Jawab Tanpa Gangguan

Trik bekerja remote atau WFH

Agar pekerjaan jarak jauh tidak mengganggu kestabilan mental, Barbara menyebut, ada banyak cara yang bisa dilakukan pekerja.

Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah sistem pekerjaan asinkron yang memungkinkan komunikasi dan kolaborasi tanpa mengharuskan semua orang untuk online atau bekerja pada waktu yang sama.

Contohnya, karyawan dapat mengirimkan tugas atau pesan kepada rekan kerja, lalu mereka dapat mengerjakan tugas tersebut sesuai dengan jadwal mereka sendiri.

"Metode ini memberikan kesempatan bagi rekan kerja untuk dapat merespons sesuai dengan jadwal mereka. Dengan begitu, mereka tidak merasa diganggu atau ditekan terus-menerus,” paparnya.

Karyawan atau perusahaan juga dapat menggunakan alat kolaborasi seperti platform manajemen proyek atau dokumen bersama sebagai alat untuk berbagi informasi dan memantau kemajuan proyek tanpa harus mengadakan meeting online.

Baca Juga: 5 Shio Dapat Pekerjaan Baru di Bulan Juli 2024, Alhamdulillah Gajinya Lebih Besar

“Menuliskan daftar pekerjaan atau permintaan kepada kolega menggunakan pesan atau aplikasi jauh lebih baik daripada terus berbicara dan menekan orang lain secara online,” paparnya.

Selain itu, penting untuk memberikan batasan antara waktu kerja dengan rutinitas harian.

Agar pikiran tidak selalu fokus dengan pekerjaan, Anda bisa mematikan komputer setelah jam kerja atau melakukan kegiatan transisi yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

Jika memiliki ruangan kosong di dalam rumah, Anda juga bisa membuat ruang kerja khusus yang terpisah dari ruang pribadi.

Terakhir, penting untuk memiliki ekspektasi yang realistis terhadap diri sendiri dan memprioritaskan kesehatan mental agar keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi tetap terjaga.

“Tidak apa-apa jika kita tidak selalu bekerja 100 persen sempurna setiap hari. Ambil waktu sejenak untuk menikmati hidup dan bersenang-senang dari pekerjaan,” jelasnya.

Dengan menerapkan kebiasaan di atas, karyawan dapat bekerja secara produktif dan efisien tanpa mengorbankan kesehatan mental dan waktu untuk kehidupan pribadi.

Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi bisa tetap terjaga, sehingga mereka dapat menjalani hidup yang lebih sehat dan bahagia.

Tentang Remote: Remote memiliki misi untuk menciptakan peluang kerja di mana pun, memberdayakan pemberi kerja untuk menemukan dan mempekerjakan talenta terbaik, serta mendukung individu untuk membangun kebebasan finansial dan personal.

Beragam bisnis di seluruh dunia telah menggunakan Remote untuk merekrut, mengelola, dan membayar tenaga kerja mereka yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Remote didirikan pada 2019 oleh Job van der Voort dan Marcelo Lebre, serta didukung oleh investor terkemuka seperti SoftBank Vision Fund 2, Accel, Sequoia, Index Ventures, Two Sigma, Ventures, General Catalyst, dan B Capital.

Barbara MatthewsChief People Officer Remote