Namun, Kertosudiro kemudian memindahkan Soeharto ke Wuryantoro dan menitipkannya di rumah adik perempuan ayahnya.
Soeharto memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah, pada tahun 1941.
Dia resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.
Dua tahun kemudian, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah, putri seorang pegawai Mangkunegaran.
Pernikahan mereka berlangsung di Solo pada 26 Desember 1947.
Saat itu Soeharto berusia 26 tahun, sementara Hartinah berusia 24 tahun.
Mereka dikaruniai enam anak yaitu Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Karier Militer Soeharto menapaki perjalanan panjang di bidang militer sebelum akhirnya mencapai pangkat jenderal.
Kariernya dimulai dari pangkat sersan tentara KNIL.
Dia kemudian menjadi komandan PETA, dilanjutkan sebagai komandan resimen dengan pangkat Mayor, dan komandan batalyon dengan pangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, Soeharto berhasil memimpin pasukannya merebut kembali Kota Yogyakarta yang saat itu dikuasai Belanda.
Dalam karier militernya, Soeharto juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman, hingga menjadi Panglima Mandala untuk pembebasan Irian Barat. Pada 1 Oktober 1965, meletus insiden G-30-S/PKI.
Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat.
Selain dikukuhkan sebagai Panglima Angkatan Darat (Pangad), Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) oleh Presiden Soekarno kala itu.
(*)