Find Us On Social Media :

Erina Gudono Terpantau Ikut Kirab Malam 1 Suro Meski Sedang Hamil Besar, Aksinya Malah Bikin Publik Deg-degan, Ada Apa?

By Fidiah Nuzul Aini, Senin, 8 Juli 2024 | 09:23 WIB

Erina Gudono Terpantau Ikut Kirab Malam 1 Suro Meski Sedang Hamil Besar, Aksinya Malah Bikin Publik Deg-degan, Ada Apa?

Baca Juga: Cantiknya Erina Gudono dalam Balutan Kebaya Merah Kembaran dengan Iriana Jokowi, Aura Bumil Makin Terpancar!

Diketahui bahwa malam satu Suro menandai awal bulan pertama dalam penanggalan Jawa.

Peringatan ini jatuh pada malam sebelum 1 Muharam dalam kalender Hijriah, dimulai setelah Maghrib.

Tahun ini, malam satu Suro jatuh pada Sabtu malam (6/7/2024).

Pengamat budaya dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Tundjung W Sutirto menjelaskan bahwa larangan keluar rumah pada malam satu Suro adalah mitos.

Menurutnya, masyarakat Jawa meyakini bahwa malam satu Suro adalah waktu yang sakral dengan aura mistis, sehingga muncul berbagai mitos, salah satunya tidak boleh keluar rumah.

"Kalau keluar rumah akan sial karena diyakini akan bertemu dengan pasukan dari Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan) yang tengah menuju ke keraton atau ke Gunung Merapi," kata Tundjung, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (16/7/2023).

Selain larangan keluar rumah, mitos malam satu Suro yang banyak diyakini adalah tidak boleh mengadakan pernikahan dan pindah rumah.

Ia menjelaskan bahwa semua mitos malam satu Suro yang diyakini oleh masyarakat Jawa berfungsi sebagai pengendalian diri.

"Semua mitos malem satu Suro adalah pantangan untuk bersenang-senang. Tuntunan yang diwarisi para leluhur adalah sebuah cipta, rasa, dan karsa, bagaimana terjadinya penanggalan Jawa yang merupakan penggabungan kalender Islam dengan Jawa (Hindu)," jelas dia.

Tundjung menjelaskan bahwa perkembangan mitos malam satu Suro tidak boleh keluar rumah terjadi secara akumulatif, sesuai dengan konteks zamannya dan dianut oleh pemangku kebudayaan saat itu.

Dalam konteks mitos larangan keluar rumah saat malam satu Suro, awalnya berasal dari "penyakralan" masyarakat Jawa terkait penggabungan kalender Islam dan Jawa (Hindu) yang melatarbelakangi terjadinya malam satu Suro.

Baca Juga: Kaesang Pangarep Act of Servicenya Kebangetan, Erina Gudono Pamerkan Aksi Suami Kupaskan Jeruk untuknya: Se-serabut dan Biji Dikeluarin

"Itu termasuk mitos yang menyakralkan pergantian tahun baru Jawa," ujarnya.

"Momentum penanggalan yang digaungkan itu diyakini sebuah momentum yang istimewa, sehingga masyarakat menganggap malam satu Suro sakral, karena adanya penggabungan itu akan menentukan perhitungan," lanjut dia.

Sifat malam satu Suro yang sakral membuat masyarakat Jawa sebagai pelaksana budaya, "meluhurkan" pergantian tahun dengan aktivitas spiritual.

Dengan begitu, muncul mitos untuk tidak bepergian jauh tanpa tujuan, tidak menyelenggarakan pernikahan, tidak pindah rumah, dan tidak keluar rumah pada malam satu Suro.

"Kalau dicari mulai kapan, tentu sejak Sultan Agung menciptakan penggabungan kalender Saka dengan Islam yang dilakukan pada hari Jumat Legi, yaitu saat pergantian tahun baru Saka 1555 yang bertepatan dengan tahun baru Hijriah 1 Muharam 1043 H dan 8 Juli 1633 M," terang Tundjung.

(*)