Saat dewasa, HB X ditunjuk oleh ayahnya sebagai Pangeran Lurah, yaitu tokoh yang dituakan di antara semua pangeran di Keraton Yogyakarta.
Mas Jun, panggilan akrabnya semasa muda, kemudian dianugerahi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi.
Sebelum naik tahta sebagai Sultan Yogyakarta, KGPH Mangkubumi sudah berpengalaman dengan berbagai urusan pemerintahan.
KGPH Mangkubumi sering diminta membantu ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Selain itu, KGPH Mangkubumi juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Beberapa jabatan yang pernah diembannya antara lain Ketua Umum Kadinda DIY, Ketua KONI DIY, dan Presiden Komisaris PG Madukismo.
Pada 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengku Buwono IX wafat, menjadikan KGPH Mangkubumi sebagai calon paling tepat untuk menjadi Sultan berikutnya.
Proses suksesi ini merupakan hal baru dalam sejarah Keraton Yogyakarta. Pada era sebelumnya, setiap Sultan yang akan dilantik harus mendapat persetujuan dari Belanda.
Sesaat sebelum dinobatkan, KGPH Mangkubumi mendapat gelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram, yang bermakna sebagai putera mahkota.
Setelah itu, beliau secara sah dinobatkan sebagai Sultan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada 7 Maret 1989 atau Selasa Wage, 29 Rajab 1921 berdasarkan penanggalan Tahun Jawa.
Sultan HB X baru menjabat sebagai Gubernur DIY pada 1998, menggantikan Paku Alam VIII yang meninggal dunia.
(*)