Find Us On Social Media :

Taman Nasional Bali Barat, Curik Bali Burung Piaraan Para Bangsawan

By Grid., Minggu, 4 Agustus 2024 | 15:45 WIB

Curik Bali

Grid ID  - Pulau Bali tak hanya dikenal dengan keindahan alam serta budayanya saja tetapi di pulau para dewata tersebut juga hidup berbagai satwa liar. Salah satu yang sangat dikenal adalah burung curik Bali atau jalak Bali, yang merupakan burung endemik.

Karena keindahannya, para raja dan bangsawan menjadikan burung curik Bali sebagai lambang kebersihan dan kesucian. Berikut reportase Gandhi Wasono M, ke Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang menjadi habitatnya.

PAGI hari pada pertengahan Juli di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Gilimanuk, yang terletak di bibir pantai selat Bali terdengar deburan ombak saling susul menyusul. Sementara di atas pepohonan terlihat gerombolan burung curik Bali (leucopsar rothschildil) yang cantik dengan lincah terbang dari satu dahan ke dahan lainnya. Kicauan yang melengking sangat khas dipadu dengan suara deburan ombak terdengar begitu indah bagai sebuah orkestra.

“Curik Balik atau kalau orang jawa menyebut jalak Bali memang menjadi ikon sekaligus burung endemik. Jumlahnya saat ini ada sekitar 600-an ekor atau jauh lebih banyak di banding jenis burung lainnya. Di TNBB selain curik Bali masih ada sekitar 25 jenis burung lainnya,” kata Ali Purwanto, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (KSPTNW) 1 Jembrana TNBB.

Curik Bali, memang menjadi primadona karena bentuk fisiknya sangat indah. Bulunya yang putih bersih dengan sebagian ujung sayap dan ekor berwarna hitam dipadu dengan warna biru di sekitar kelopak matanya makin menambah keelokannya.

Baca Juga: 3 Arti Khodam Burung Merpati, Lambang Kasih Sayang, Perdamaian dan Penuntun

Menurut Ali, curik berbulu putih bersih karena burung tersebut sangat menjaga kebersihan tubuhnya. Salah satu caranya dalam sehari curik Bali bisa beberapa kali mandi untuk membersihkan badan. “Karena itu di bebarapa titik petugas menyediakan bejana yang diisi air besih yang tujuannya selain untuk minum burung sekaligus sebagai tempat mandinya curik Bali,” papar Ali Purwanto menambahkan di TNBB selain burung juga dihuni oleh beberapa jenis mamalia dan reptilia.

Satu hal lagi yang menjadi penyebab mengapa curik Bali selalu terlihat bersih karena kalau bersarang burung tersebut tidak membuat sarang dari daun-daun kering seperti jenis burung lainnya, tetapi dia menempati lubang-lubang pada batang pohon yang lobang tersebut adalah hasil buatan dari burung pelatuk. “Curik Bali itu seperti ada kerja sama atau symbiosis mutualisma, pelatuk yang membuat lubang nanti curik Bali yang jadikan tempat untuk bertelur dan mengerami,” kata Ali menjelaskan luas total TNBB sekitar 19 ribu hektar yang 5 ribu hektar diantaranya lautan.

Karena keelokannya sehingga pada jaman dulu, para raja dan bangsawan Bali menjadikan curik bali sebagai burung piraan karena bentuk fisik dan perilakukanya secara filosofi mencerminkan kebersihan dan kesucian.

Karena TNBB menjadi “surganya” habitat curik Bali juga aneka satwa yang lain sehingga sangat pas menjadi tujuan wisata masyarakat bahkan para fotographer alam liar untuk mengabadikan keindahan satwa yang ada di dalamnya.

DITEMUKAN ILMUWAN EROPA DAN SEMPAT AKAN PUNAH

Curik Bali memiliki sejarah tersendiri. Burung yang fisiknya sebesar kepalan orang dewasa secara scientific ditemukan oleh Baron Stressman seorang biolog kemudian menjadi ornitolog (ahli burung) pada tahun 1911.

Ceritanya Baron yang berkebangsaan Inggris adalah anggota tim ekspedisi II Freiburger Molukken-Expedition (1910-1912) yang dipimpin pleh Karl Denniger (Palaentolog dan Geolog). Pada 11 Januari 1911 dari Singapura bertujuan menuju Maluku tetapi di tengah perjalanan kapal yang ditumpangi Baron mengalami kerusakan di sekitar Pulau Bali. Kapal terpaksa diperbaiki di Surabaya, dan sambil menunggu perbaikan yang memakan waktu lebih dari dua bulan, Baron bersama dengan anggota tim ekspedisi lainnya O.D. Teuern (Ahli Fisika dan Antropologi) tinggal di Bali dan menggunakan waktunya untuk mengadakan penelitian di beberapa tempat. Salah satu hasilnya pada 24 Maret 2011 di sekitar Bubunan pantai utara Pulau Bali ditemukannya marga dan jenis burung baru bagi ilmu pengetahuan.

Baca Juga: 5 Arti Mimpi Burung Lepas dari Sangkar Tak Selalu Pertanda Buruk, Siap-siap Ada Perubahan dalam Hidup!

Setahun kemudian, Baron Streessemann menerbitkan temuannya di majalah Bulletin of The British Ornitologist’ Club dengan nama Leucopsar Rothschildi nama ilmiah Curik Bali setelah pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschildi, orang pertama yang mendeskripsikan spesies ini di dunia pengetahuan pada tahun 1912.

Kemudian pada tahun 1925 dilakukan observasi intensif oleh Dr. Baron Vikrot von Plesen, atas pendapat Streessmann yang melihat Curik Bali sangat langka dan berbeda dengan jenis lain dari seluruh spesimen yang dia peroleh, dan diketahui penyebaran Curik Bali hanya mulai Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk seluas ± 320 km2.

Ali mengungkapkan curik Bali punya cerita menarik. Karena burung ini menjadi primadona dan banyak digemari oleh pecinta burung sehingga di pasaran memiliki nilai jual tinggi. Akibatnya terjadilah pencurian besar-besaran yang puncaknya tahun 2006 curik Bali tidak diketemukan lagi di habitatnya.

Di tengah kekhawatiran akan kepunahan tersebut dunia internasional diantaranya lembaga konservasi burung di kebun binatang di Jepang dan Ohio, Amerika ikut menaruh perhatian serius. Kemudian kedua lembaga konservasi tersebut membantu memulihkan dengan cara melakukan penangkaran dan mengembangbiakkan dari koleksi curik Bali yang sudah mereka miliki. Upaya kedua lembaga konservasi akhirnya berhasil mengembangbiakkan dengan baik.

Lalu curik Bali hasil pengembangbiakkan di Jepang dan Ohio dikirim ke Bali untuk dilepas di alam liar. “Jepang dan Amerika adalah dua negara yang sangat berjasa, kalau tidak ada peran keduannya bisa jadi curik Bali sudah tinggal nama seperti halnya harimau Bali yang memang sudah dinyatakan punah,” jelas Ali yang kawasan TNBB seluas 19 ribu hektar memasuki dua wilayah kabupaten, Jembrana dan Buleleng.

Setelah kejadian itu untuk menjaga agar curik Bali tidak kembali punah maka lembaganya melakukan dua strategi penguatan, kedalam dan keluar. Yang ke dalam dilakukan pengembangbiakkan sendiri kemudian setelah berhasil lalu dilepas di habitatnya.

Sedang strategi keluar pihaknya memberikan ijin kepada masyarakat luas untuk andil mengembangbiakkan di tempat atau rumahnya masing-masing. Teknisnya setelah diberi indukan ke penangkar nanti hasilnya 10 persen dari hasil penangkaran diserahkan ke TNBB untuk dilepas ke habitat sedang 90 persen bisa diperjualbelikan kepada masyarakat umum. “Tapi supaya legal dan tidak melanggar aturan semua burung yang dijual tersebut masing-masing akan diberikan sertifikat resmi,” papar Ali yang dengan strategi tersebut saat ini curik Bali nyaris tidak ada lagi pencurian.

Dengan strategi tersebut saat ini penangkaran curik Bali terbesar justru bukan di Bali tetapi di Klaten (Jateng). “Secara periodik penangkar yang ada di Klaten mengirim curik Bali ke TNBB untuk dilepas,” tambah Ali.

KEINDAHAN PULAU MENJANGAN Daya tarik Taman Nasional Bali Barat (TNBB) tak hanya burung dan aneka satwa lainnya tetapi ada satu kawasan lain yang menjadi tujuan wisatwan lokal maupun mancanegara yakni Pulau Menjangan. Di pulau Menjangan selain bisa menikmati pulau beserta isinya bisa juga melakukan diving atau snorkeling di laut yang memiliki keindahan luar biasa.

Pulau Menjangan yang luas 62 hektar dan berjarak 6 kilometer dari pelabuhan Lalang dan membutuhkan waktu sekitar 15 menit naik speed boat secara lansekap sangat menarik. Dari bukit pulau yang terbetuk dari gumpalan batu karang itu akan terlihat laut lepas dan pulau Bali dari ketinggian. Bahkan jika pagi hari akan bisa menikmati matahari terbit dengan aneka burungnya yang menghuni pulau tersebut.

Sesuai dengan namanya di pulau tersebut terdapat binatang rusa atau menjangan sekitar 100-an ekor. Rusa yang tinggal disana ada dua jenis. Ada yang begitu terlihat orang bergegas cepat lari masuk hutan. “Tetapi ada yang justru agak jinak, bahkan kadang ada yang bisa diajak foto segala,” kata Baihaqi Wiratama, guide senior yang biasa membawa tamu ke pulau Menjangan.

Dibutuhkan waktu sekitar dua jama lamanya untuk berjalan keliling melalui jalan setapak di pulau tersebut. Layaknya pulau dewata, di Pulau menjangan juga berdiri pura tua yang yang sangat bersejarah yang dijadikan umat Hindu sembahyang bernama pura Gajah Mada.

Yang tak kalah menariknya pulau Menjangan adalah view bawah airnya. Oleh para penyelam, pemandangan bawah air-nya selain coralnya yang indah beraneka warna juga menjadi tempat berbagai macam jenis ikan yang sangat indah termasuk penyu. Bahkan di salah satu spot terdapat bangkai kapal Jepang yang karam di kedalaman sekitar 50 meter.

“Tetapi untuk sampai pada kedalaman 50 meter dibutuhkan teknik selam tersendiri yang tidak semua penyelam bisa melakukan,” kata Baihaqi sering dilibatkan oleh Badan Konservasi Sumber Daya Aalam (BKSDA) untuk melakukan konservasi terumbu karang yang rusak. Bagi mereka yang tidak bisa diving juga bisa menikmati dengan cara snorkeling. Dengan air lautnya yang jernih bak kaca dengan snorkeling sudah bisa melihat dengan jelas bagaimana keindahan ribuan ikan beriringan diantara batu karang yang berwarna-warni.

SEJAHTERAKAN DESA PENYANGGAH

Sementara pada 24 Juli 2024 TNBB mengadakan pelatihan kepada masyarakat yang tinggal di kawasan TNBB dengan tema : Peningkatan Kapasitas Kelompok di Desa Penyangga, Desa Gilimanuk, Melaya, Belimbing Sari dan Ekasari.

Dalam pelatihan yang diikuti oleh sekitar 30 orang tersebut menghadirkan dua orang pembicara, Nurdin Razak, seorang ahli ekowisata dan Gandhi Wasono, jurnalis yang sering melakukan reportase di beberapa Taman Nasional di Indonesia.

Ali Purwanto, menjelaskan acara tersebut sebagai refreshing atau penyegaran karena pada tahun 2018 sudah pernah dilakukan kegiatan serupa. Saat itu TNBB memberangkatkan Lurah Gilimanuk dan Kepala Desa Sumber Kelampok serta Belimbing Sari beserta masyarakat di desa tersebut yang bergerak di ekowisata untuk belajar secara langsung ke Ecolodge milik Nurdin Razak di Baluran, yang menjadi pusat pelatihan ekowisata.

Ali menegaskan TNBB menyelenggarakan kegiatan tersebut sebagai upaya mendorong masyarakat yang ada di kawasan penyangga untuk memanfaatkan TNBB secara positif.

“Banyak yang bisa dilakukan masyarakat, misalnya menjadi pemandu wisata yang ingin melihat dari dekat keindahan TNBB atau pemandu fotografer alam liar yang ingin mengabadikan keragaman hayati yang ada di dalam TNBB. Jadi selain habitat di dalamnya tetap terjaga dengan baik masyarakat yang ada di kawasan penyangga secara ekonomi juga ikut sejahtera,” terang Ali menjelaskan.

Ali sengaja menghadirkan Nurdin sebagai instruktur karena Nurdin memiliki kapasitas yang cukup di bidang ekowisata. Selain pendidik, praktisi, juga fotografer alam liar yang sudah menjelajah di 27 Taman Nasional di Indonesia.

Sementara Gandhi Wasono lanjut Ali, berbagi pengalaman ketika melakukan reportase di beberapa Taman Nasional di kawasan Indonesia Timur. Ketika menjelajah tidak hanya merekam flora dan fauna yang ada di dalamnya tetapi bagaimana masyarakat di desa penyangga selain aktif ikut merawat keragaman hayati juga menjadikan hutan dengan segala potensinya sebagai sumber ekonomi.

Nurdin Razak dalam sesi tersebut mengajak para peserta meningkatkan kemampuan untuk memberikan pemasukan secara ekonomi. Banyak ragam materi yang diberikan, mulai menggali potensi TNBB yang bisa disajikan untuk wisatawan sampai diajari membuat program perjalanan wisata untuk turis yang berkunjung ke TNBB.

“Keindahan alam TNBB sangat luar biasa. Hutan dengan flora fauna yang sangat beragam serta keindahan laut yang sangat luar biasa. Sayang jika secara ekonomi tidak dimanfaatkan maksimal,” papar Nurdin. (Gandhi)  (*)