Artinya, rekaman CCTV yang diputar di pengadilan sudah terpotong-potong.
"Rekaman CCTV yang diputar sudah tidak lengkap lagi. Kalau sudah ada yang terambil secara tidak sah, berarti potensi yang lain pun sudah bukti yang diambil. Jadi tidak lagi tersambung. Ada yang terputus," jelas Otto.
Untungnya, Otto berhasil mendapatkan rekaman CCTV tersebut dari stasiun televisi yang menayangkan.
Setelah dianalisa oleh ahli, pihak Otto juga menduga adanya rekayasa dari rekaman CCTV yang ada di persidangan.
Sebab, resolusi CCTV sudah berubah dari high definition menjadi standard definition.
"Ada 37 gambar yang berubah. Yang aslinya high definition kemudian berubah menjadi standard definition. Pixelnya juga semua berubah semua. Apa yang terjadi dengan adanya perubahan ini, maka di sinilah rekayasa itu," beber Otto.
Selanjutnya, Otto juga menyebut majelis hakim telah keliru dalam mengambil putusan tanpa bukti otopsi jenazah Mirna.
Padahal, dalam setiap kasus pembunuhan, bukti otopsi menjadi hal yang penting.
Otto pun mendesak Mahkamah Agung dalam menentukan apakah bukti otopsi merupakan suatu hal yang mutlak sebagai alat pembuktian di pengadilan.
Karena jika memang mutlak, maka seharusnya majelis hakim membebaskan Jessica sejak awal.
"Kepada Mahkamah Agung, buatlah putusan. Kalau Hakim Mahkamah Agung mengatakan tidak apa-apa, tanpa otopsi bisa dinyatakan dia mati karena racun, itulah putusan Hakim. Kalau memang harus dengan otopsi, bebaskanlah Jessica," tandas Otto.
Baca Juga: Sudah Bebas Bersyarat, Jessica Wongso Akan Ajukan PK Hari Ini