Grid.ID – Kasus pembunuhan gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, menyita perhatian publik dan menuai empati masyarakat.
Betapa tidak, Nia Kurnia Sari, gadis 18 tahun yang sehari-hari bersekolah dan berjualan gorengan untuk membantu keluarga itu, tewas dibunuh dan dirudapaksa.
Nia diperlakukan tak patut di dekat rumahnya, hanya berjarak 2 kilometer, dibunuh dan jenazahnya dikuburkan di sebuah kebun berbukit yang jauh dari keramaian.
Saat itu polisi sempat kesulitan menangkap pelaku yang ternyata mendapatkan bantuan dari pamannya, untuk bersembunyi di atap sebuah rumah.
Tersangka Indra alias In Dragon, juga seorang residivis, akhirnya ditangkap dan akan mempertanggungjawabkan berbuatan kejinya terhadap Nia di hadapan hukum.
Jika Indra sempat menjadi bulan-bulanan warga yang emosi, berbeda dengan almarhum Nia.
Makam Nia sampai saat ini masih didatangi oleh para peziarah dari berbagai macam daerah.
Bahkan, sempat viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan makam Nia yang dipenuhi dengan taburan bunga.
Bahkan, bunga yang ada di atas makam Nia sampai menggunung yang tingginya nyaris satu meter.
Ibunda Nia, Eli, mengetahui jika makam anaknya masih sering didatangi para peziarah yang ikut simpati dengan kisah pembunuhan Nia Kurnia Sari.
Sambil menangis, Eli mengenang kebaikan putrinya, yang mungkin saja membuat banyak peziarah yang rela datang dan berdoa di depan pusara putrinya.
“Anaknya baik dan suka menolong kawannya, hafidz Al Quran 30 juz,” kata Eli saat menjadi bintang tamu acara Pagi Pagi Ambyar TransTV.
Diceritakan sang bunda, Nia mulai berjualan gorengan sejak kelas 4 Sekolah Dasar.
Uang yang dihasilkan tak seberapa, namun Nia selalu menyimpan uang hasil kerjanya untuk sang ibu dan adik-adiknya.
“(Hasil jualan gorengan) Rp30 ribu sehari, untuk sekolah adiknya, dia menabung dari kecil untuk adik dan kakanya,” kata Eli.
“Uang (hasil jualan) buat toilet biar ibu gak jatuh nanti sakit,” kata Eli mengingat ucapan Nia semasa hidup.
Kegigihan Nia untuk mencari rezeki untuk keluarga diketahui oleh orang-orang di desanya.
Rupanya, tak cuma berjualan gorengan sehabis sekolah, Nia juga berjualan durian jika musimnya tiba.
“Ibunya jual gorengan pagi, Nia sekolah, setelah sekolah siang dilanjutkan Nia yang jualan sampai sore,” kata Ratu, salah satu perwakilan keluarga.
“Dia gak hanya jual gorengan untuk makan, dia mendorong gerobak durian di pinggir jalan,” kata Ratu.
“Dari hasil jual durian dia belikan kayu untuk rumah, daerah Kayu Tanam itu penghasil Durian, iya dia bangun rumah dari kayu, miris kalau dilihat,” kata Ratu. (*)