Ia enggan dinikahkan dengan pria pilihan ayahnya. Saat ia menolak, pria itu memperkosanya. Ketika ia menuntut keadilan, pengadilan menjatuhkan hukuman mati padanya
Grid.ID - Noura Hussein dipaksa menikah saat ia baru saja menginjak usia 15 tahun.
Ia memilih melarikan diri dari rumah orangtuanya dan berlindung di rumah bibinya. Tiga tahun ia lalui dalam pelarian.
Hingga suatu kali, Noura dibujuk orangtuanya untuk kembali ke rumah namun sang ayah berbohong, Noura diserahkan pada keluarga suaminya.
Noura menolak meneruskan pernikahan paksa dengan lelaki pilihan ayahnya tersebut.
Kerabat suaminya lantas menahan Noura.
Dengan keji suaminya memperkosa Noura.
"Kerabat suaminya menawarkan agar Noura tetap meneruskan pernikahan mereka namun Noura menolak. Mereka malah menampar dan menggelandangnya ke sebuah ruangan," ungkap Dr. Adil Mohamed Al-Imam, salah seorang kuasa hukum Noura dikutip Grid.ID dari CNN.
Sehari kemudian suaminya kembali mencoba memperkosa Noura.
Noura yang berusaha melindungi diri, menikam pria itu hingga tewas.
Noura ketakutan, ia lantas pergi ke rumah orangtuanya.
Ia berusaha menjelaskan, dan berharap memperoleh dukungan dari ayah-ibunya.
Namun sebaliknya, orangtuanya sendiri menyerahkan Noura kepada polisi.
Kamis (10/5/2018) Noura Hussein yang kini berusia 19 tahun dijatuhi hukuman mati terkait kasus penikaman itu.
Keluarga suaminya menolak permintaan maaf dan ganti rugi nominal, mereka ingin Noura dieksekusi mati.
Amarah dan kecewa tak dapat dibendung sesaat setelah hakim menjatuhkan hukuman mati bagi gadis malang itu, Ruang sidang di Omdurman, Sudan lantas disesaki protes para pendukung Noura.
Detail kejadian sebenarnya yang menimpa Noura; yang tersebar begitu cepat di media sosial dan grup WhatsApp menyulut gelombang protes dimana-mana.
Seluruh dunia bahkan menggaungkan hashtag #JusticeforNoura dan #SaveNoura.
VIDEO: Tengah Sekarat, Ibu ini Akhirnya Melihat Sang Putra Lulus SMA
Kuasa hukum Noura, Dr. Adil Mohamed Al-Imam mengungkapkan kasus Noura membuka mata masyarakat Sudan menyoal aturan 'istri harus tunduk pada suami'.
Sementara itu peneliti dari Sudan Amnesty International, Ahmeed Elzobier mengungkapkan ini merupakan kali pertama, kasus kawin paksa berujung perkosaan menyita perhatian masyarakat Sudan.
"Perkosaan dalam keluarga sering terjadi di Sudan namun orang-orang enggan membicarakannya, dan kasus Noura mengubah semua itu," ujar Elzobier.
Shahd Hamza (20) merupakan satu di antara mereka yang menuntut keadilan bagi Noura.
Ia mendengar kasus Noura via pesan berantai di grup WhatsApp.
Seperti Ojek, Helikopter Online Tersedia di Jakarta, Segini Harga Sewanya
Bagi Shahd, kasus pemerkosaan dan pelecehan perempuan telah lama jadi momok di Sudan namun sebelum Noura, kasus serupa tak pernah viral.
"Di Sudan, percakapan tentang hal ini dianggap tabu. Saya berharap banyak orang jadi lebih terbuka dan tidak risih membicarakannya bersama keluarga mereka," tutur Shahd.
Nahid Gubralla, Direktur SEEMA -- sebuah organisasi non pemerintah yang bekerja sama dengan para penyintas berbasis gender di Sudan -- juga berada di antara kerumunan pendukung Noura.
Selama ini SEEMA turut berkampanye mendukung Noura.
"Berulang kali saya menyaksikan penderitaan perempuan Sudan, dan dalam kasus ini, Noura membela haknya," tandas Gabriella. (*)