Satu hal luput, tenggelam bersama sorak sorai kepahlawanan Amerika Serikat yang mendonorkan bantuan bagi para penyintas: pemerintah AS tidak pernah meminta maaf atas salah satu tragedi pembunuhan massal paling mengerikan sepanjang peradaban manusia tersebut
Grid.ID - 6 Agustus 1945, otoritas militer Amerika Serikat menjatuhkan bom atom pertama yang ditempatkan di kota Hiroshima, Jepang.
Co-pilot Robert Lewis, awak pesawat Enola Gay, pesawat pembawa bom yang bertanggung jawab atas lenyapnya sebagian besar kota dan penghuni Hiroshima, bahkan tak menyangka dengan apa yang baru saja ia lakukan.
Dalam sebuah wawancara ia mengenang: "Ya Tuhan, apa yang telah kita lakukan?," sesaat setelah ledakan dahsyat mengguncang kota itu.
Membela Diri Saat hendak Diperkosa, Remaja Belasan Tahun Dijatuhi Hukuman Mati
Diperkirakan 70.000 hingga 200.000 nyawa melayang dalam tragedi Hiroshima, sementara tidak sedikit dari mereka mengalami cacat permanen akibat luka bakar.
Para penyintas yang selamat dari serangan, menderita efek cedera dalam jangka panjang berupa kanker, serta cacat lahir abnormal pada bayi akibat efek radiasi nuklir.
Sementara bagi para penyintas wanita, dampak psikologis dan sosial dari bom itu bertahan lama.
Bom Hiroshima mengakibatkan kerukunan keluarga mereka terganggu akibat stabilitas ekonomi yang timpang tindih tahun 1940-an.
Kebanyakan dari para penyintas dijauhi masyarakat.
Hal ini menggerakkan sekelompok penyintas wanita bersatu atas pengalaman kolektif mereka.
Banyak dari penyintas masih berstatus gadis sekolah ketika diserang dahsyatnya bom itu.