Find Us On Social Media :

Panjangnya Hanya 25 Mil, 4 Hal Ini Sebabkan Jalur Gaza Jadi Titik Konflik Israel-Palestina

By Septiyanti Dwi Cahyani, Selasa, 15 Mei 2018 | 16:53 WIB

Jalur Gaza

Grid.ID - Seperti Indonesia, hari ini Palestina juga tengah berduka.

Konflik yang terus memanas membuat banyak korban berjatuhan.

Sampai hari ini, lebih dari 50 rakyat Palestina gugur dalam memperjuangkan hak mereka.

Perbatasan antara Gaza dan Israel sekali lagi menjadi titik fokus untuk bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan Israel.

Demonstrasi yang terjadi belakangan ini menjadi puncak dari protes berminggu-minggu di perbatasan.

Sebenarnya, bagaimana lokasi ini bisa menjadi titik konflik ?

Perbatasan Gaza Didirikan

Tanah yang sekarang dikenal sebagai Gaza telah diperebutkan dari waktu ke waktu selama berabad-abad.

BACA JUGA Indah Dewi Pertiwi Dapat Hidayah Usai Kunjungi Palestina

Namun, konflik modern di wilayah ini dimulai pada tahun 1948.

Sebelumnya, berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris sebagai bagian dari Mandat Palestina, pasca Perang Dunia I yang lebih besar.

Wilayah itu selama berabad-abad telah menjadi rumah bagi mayoritas Muslim Arab dan minoritas Yahudi Kristen.

Ketika orang Yahudi Eropa melarikan diri pada tahun-tahun Holocaust, populasi Yahudi tumbuh tajam.

Ditambah lagi mereka mendapat dukungan dari Barat, terutama Amerika Serikat yang saat itu di bawah pimpinan Harry Truman dengan gagasan mencari rumah untuk orang-orang Yahudi.

Pada tahun 1947, PBB yang baru dibentuk menyetujui rencana pembagian wilayah itu menjadi negara Yahudi dan Arab.

Orang-orang Palestina yang didukung oleh Suriah, Libanon, Yordania dan Mesir, menolak rencana tersebut karena itu artinya membuat mereka kehilangan separuh tanahnya.

Tetapi, para pemimpin Israel menyetujui rencana itu dan memilih untuk bergerak maju sendiri.

BACA JUGA Hadapi Gempuran Rudal Israel, Pemuda Palestina Gunakan Layang-layang Sebagai Senjata

Pada 14 Mei 1948, kelompok Zionis yang dipimpin oleh David Ben Gurion menyatakan jika Israel adalah sebuah negara.

Hal itulah yang kemudian membuat Perang Arab-Israel pecah untuk pertama kalinya pada hari berikutnya.

Pasukan Mesir kemudian mendirikan pangkalan di kota Gaza dan berusaha untuk mengusir Israel.

Saat itu mereka mengendalikan kota yang luasnya hanya 25 mil x 5 mil.

Ketika Mesir dan Israel mencapai gencatan senjata pada bulan Februari, batas-batas Jalur Gaza mulai dibuat dan tetap di bawah kendali Mesir.

Peraturan Mesir

Sekitar 75 persen dari satu juta orang Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka di tanah yang menjadi milik Israel pada tahun 1948 (selama periode yang disebut al-Nakba atau The Catastrophe.

Meski Mesir mengendalikan Gaza, para pengungsi Palestina yang berakhir di Jalur Gaza tidak diizinkan oleh pemerintah untuk masuk ke seluruh Mesir.

BACA JUGA Viral Foto Bocah Laki-laki Palestina Mengenakan Masker Bawang, Begini Kisah Dibaliknya

Setelah kehilangan rumah dan mata pencaharian mereka, sekitar 500 ribu orang mulai tergantung pada bantuan PBB.

Gaza tetap di bawah kekuasaan militer Mesir sampai Krisis Kanal Suez pada 1956.

Di mana saat itu Mesir sedang menasionalisasikan rute pelayaran utama yang menyimpang dari Inggris dan Perancis untuk mencegah kapal-kapal Israel melewati kanal.

Sebagai balasannya, Israel mulai menyerbu Gaza dan menduduki jalur itu selama satu tahun sebelum tekanan internasional memaksa mereka mengembalikannya ke Mesir.

Perang Enam Hari

Pada Juni 1967, menjadi tahun di mana pertempuran-pertempuran di perbatasan semakin banyak.

Serangan-serangan gerilya kecil juga mulai terjadi.

Kondisi saat itu semakin diperburuk oleh ketegangan-ketegangan Perang Dingin yang berakhir dalam Perang Enam Hari.

BACA JUGA Tak Disangka! 2 Jam Gelar Konser Amal, Melly Goeslaw Berhasil Kumpulkan Ratusan Juta Untuk Palestina

Sadar akan posisinya yang rentan dan kenangan akan Holocaust yang masih segar, Israel kemudian membangun militer yang kuat dan terorganisasi dengan baik.

Pagi hari, pada 5 Juni 1967, Israel mengatisipasi sebuah langkah dari Arab yang baru saja menandatangani pakta pertahanan.

Israel kemudian meluncurkan serangan mendadak yang memusnahkan sebagian besar angkatan udara Mesir.

Hal ini membuat tentara negara-negara Arab rentan dan selama lima hari berikutnya memerangi Israel untuk memperluas wilayah mereka secara dramatis.

Setelah 2000 tahun pengasingan, semua situs suci Yudaisme sekarang berada di bawah Yahudi.

Beberapa politisi Israel memperingatkan bahwa ukuran Israel baru akan membuat konflik masa depan tak terhindarkan.

Tetapi orang-orang Yahudi tidak mengindahkan peringatan itu.

Israel pun mulai menempatkan pasukan di Gaza dan mulai membangun pemukiman di wilayah yang baru diduduki.

BACA JUGA Dapat Kiriman Pesan dari Gaza, Melly Goeslaw Rasakan Hal Ini!

Di Jalur Gaza, lebih dari 1 juta pengungsi ditinggalkan di bawah kekuasaan Israel.

Kekalahan itu membangkitkan semangat gerakan nasional Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina.

Ketegangan Berkelanjutan

Pada 1993, PLO dan Israel menandatangani Perjanjian Damai Oslo.

Israel melepaskan kendali atas bagian-bagian Gaza dan Tepi Barat kepada pemerintah semi otonomi, Otoritas Palestina dengan imbalan kesepakatan untuk membendung kekerasan kelompok gerilya Palestina.

Termasuk Hamas yang telah terbentuk selama bentrokan sengit antara Palestina dan pasukan Israel di Gaza sejak 1987.

Tetapi Otoritas Palestina tidak dapat menghentikan serangan dan Israel tetap menolak untuk membongkar pemukiman yang tersisa.

Setelah pemilihan Hamas, Israel memberlakukan blokade darat, udara dan laut di jalur itu.

BACA JUGA Melly Goeslaw Dapat Pesan Pilu Dari Anak-anak di Jalur Gaza

Diperkirakan 80 persen dari 1,3 juta pengungsi Palestina di Gaza bergantung pada bantuan dan lebih dari setengah juta tinggal di kamp-kamp pengungsi.

Serangan roket sporadis dan serangan dari Hamas serta kelompok militan lainnya di Gaza telah dipenuhi dengan beberapa kampanye pemboman dan serangan darat dari Israel.

Ketegangan mulai bergejolak setiap tahunnya dalam minggu-minggu menjelang peringatan hari Nakba.

Dan tahun ini, pihak penyelanggara protes mengharapkannya menjadi yang terbesar dalam sejarah.(*)