Dalam Dabiq edisi Mei 2015, satu artikel yang cukup menyita perhatian masyarakat internasional berjudul "Slave-Girl or Prostitues" alias "Budak Wanita atau Pelacur" karena ditulis oleh seseorang yang konon adalah wanita di ISIS bernama Umm Sumayyah Al-Muhajirah.
Baca : Beredar Video Detik-detik Penyerangan Terduga Teroris di Mapolda Riau
ISIS secara gamblang menyebutkan bahwa hadist-hadist atau ucapan Nabi Muhammad SAW yang mereka tafsirkan adalah pedoman dari perlakuan mereka terhadap wanita selama ini.
Pada April 2016, ISIS dilaporkan telah mengeksekusi setidaknya 250 wanita Muslim dan keluarga di Mosul, Irak, karena menolak dinikahkan dengan para militan ISIS.
Belum lagi ratusan budak-budak gadis yang melarikan diri dari belenggu ISIS bersaksi bahwa mereka dipaksa melakukan pernikahan kontrak dengan para militan ISIS sebagai 'solusi' untuk menghindari seks di luar nikah.
Usianya pun tergolong belia.
Gadis-gadis ISIS ini biasanya diperintahkan untuk menikah pada usia 16 atau 17 tahun.
Mirisnya lagi, ada pula yang dinikahkan di usia 9 tahun.
Jika pernikahan berlangsung cukup lama atau menjadi istri tetap, wanita pun hanya boleh meninggalkan rumah dalam tiga kondisi.
Yaitu jihad, mempelajari ilmu agama, dan saat bertindak menjadi dokter atau guru di lingkungan ISIS.
Baca : Makin Panas, Korea Utara Ancam Batalkan Pertemuan dengan Donald Trump
Untuk waktu-waktu lainnya wanita dilarang keras untuk tampil di depan umum tanpa pendamping pria.
Segala perlakuan yang diterima oleh wanita dalam ISIS memang melanggar hak asasi manusia.
Baik PBB dan Human Right Watch sudah berulang kali melakukan operasi perdamaian dan menyatakan kecaman terhadap tindakan mereka.
Entah sampai kapan pergerakan ISIS dan perlakuan keji mereka terhadap perempuan akan terhenti.
Baca : Kerabat Ungkapkan Pesan Terakhir Sri Pudjiastuti, Korban Ledakan Bom di Surabaya
Yang jelas, dunia masih punya banyak 'PR' untuk menindak segala macam bentuk terorisme dan kekerasan. (*)