"Waktu penutupan itu akan memungkinkan pengumpulan informasi untuk mengidentifikasi pengguna yang bersembunyi di balik akun palsu, pengguna yang mengunggah gambar porno, pengguna yang memposting informasi palsu dan menyesatkan di Facebook untuk disaring dan dihapus," kata Basil.
"Hal ini akan memungkinkan para pemilik akun asli dengan identitas nyata untuk menggunakan media sosial secara bertanggung jawab," ujarnya.
Sebenarnya, Papua Nugini bukanlah negara pertama yang melarang Facebook beroperasi di negaranya.
BACA: Buntut Teror Bom Bunuh Diri Surabaya, Facebook Turuti Menkominfo
Sebelumnya ada China, Iran dan Korea Utara yang memberlakukan pembatasan media sosial untuk tujuan penyensoran dan kontrol pemerintah yang lebih besar atas komunikasi internet.
Tapi Papua Nugini menajdi negara pertama yang menutup Facebook untuk jangka waktu tertentu guna penelitian.
Papua Nugini memutuskan untuk menutup Facebook karena berusaha menegakkan Undang-Undang Kejahatan Cyber yang mulai berlaku pada tahun 2016.
Jika hasil dari penelitian menunjukkan Facebook tidak sesuai dengan Undang-undang Kejahatan Cyber , maka pemerintah kemungkinan akan menciptakan media sosial resmi yang lebih baik.
BACA: Tulis Status di Facebook, Seorang Suami di Jambi Dilaporkan Istrinya ke Kantor Polisi
"Kami tidak bisa membiarkan penyalahgunaan Facebook berlanjut di negara ini," kata Basil.
"Jika perlu maka kami akan mengumpulkan pengembang aplikasi lokal kami untuk membuat situs media sosial yang lebih kondusif bagi Papua Nugini untuk berkomunikasi di dalam dan luar negeri," lanjutnya.
Namun demikian hingga berita ini diturunkan, pihak facebook belum memberikan komentar terkait rencana Papua Nugini tersebut.(*)