Hari ini, revolusi energi masa depan dunia bergantung pada Republik Demokratik Kongo -- negara yang sarat konflik, korupsi akut nan merajalela dan perbudakan anak-anak
Grid.ID - Puluhan pria ini dikenal sebagai 'creuseurs' atau 'para penggali'.
Mereka bekerja selama 1 x 24 jam, menyusuri terowongan sempit sedalam 65 kaki, demi menambang sumber energi baru, kobalt.
Berbekal tangan kosong dan lampu depan di kepala, mereka mempertaruhkan nyawa.
Kobalt yang mereka cari di bawah tanah merupakan mineral yang menjadi komponen utama dalam baterai lithium-ion yang menyalakan ponsel, laptop, dan kendaraan listrik.
Seperti diketahui, baterai lithium-ion juga dikenal sebagai sumber energi yang dapat diisi ulang.
Kandungan emas modern bernama kobalt ini membuat salah satu daerah penghasil kobalt terbesar di dunia, ibukota Provinsi Lulaba di selatan Republik Demokratik Kongo, menjelma ladang mata pencaharian warga.
Warga setempat menggubah lingkungan tempat tinggal mereka jadi daerah pertambangan, menggali lantai dapur dan halaman belakang rumah mereka demi mencari kobalt.
Disebut Seratus Kali Lebih Cepat dari Jaringan 4G, Benarkah Jaringan 5G dapat Sebabkan Kanker?
Kobalt dan perbudakan anak