Find Us On Social Media :

Bung Hatta Surati Anak Soekarno, Isinya Wasiat Amat Penting Bagi Masa Depan Indonesia

By Seto Ajinugroho, Kamis, 7 Juni 2018 | 02:00 WIB

Guntur Soekarnoputra dan Bung Hatta

Grid.ID - Dwitunggal, Proklamator dan Founding Father Indonesia, Soekarno dan Hatta memang berjasa banyak kepada negara ini.

Dasar negara Indonesia adalah UUD 45 dan Pancasila.

Teruntuk Pancasila didalamnya ada lima sila sebagai pedoman hidup setiap insan masyarakat Indonesia.

Pancasila dicetuskan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.

BACA : Letusan Gunung Api Fuego: 75 Warga Dinyatakan Tewas dan Ratusan Lainnya Hilang

Penyusunan kelima sila di Pancasila sendiri di musyawarahkan Soekarno bersama dengan perwakilan semua tokoh lintas agama, suku, dan ras dari seluruh bangsa Indonesia saat sidang BPUPKI.

Ya, Pancasila memang dijadikan dasar negara karena mewakili seluruh rasa dan sikap rakyat Indonesia.

Namun saat rezim Orde Baru, nama Soekarno justru diburamkan dari sejarah terciptanya Pancasila.

Hal ini karena M Yamin dan Dr Soepomo disebut-sebut telah berpidato lebih dulu menyampaikan gagasan kelima sila itu.

BACA : Terungkap, Kursi Kosong dalam Pernikahan Pangeran Harry dan Meghan Markle Bukan untuk 'Penghormatan' Putri Diana

Lantas hal itu dibantah keras oleh sang proklamator, Mohammad Hatta.

Hatta kemudian menulis sepucuk surat wasiat kepada salah satu anak Soekarno, Guntur Soekarnoputra.

Dalam surat itu Hatta menjelaskan tentang semua kebenaran dibalik momen perumusan Pancasila.

Bung Hatta menuliskan bahwa pidato Soekarno lah pada 1 Juni 1945 yang menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila.

Salinan surat wasiat tersebut sekarang beredar luas di internet dan buku sejarah dalam pelajaran IPS di sekolah.

BACA : Mengharukan, Desainer Kate Spade Sempat Menulis Pesan untuk Sang Buah Hati Sebelum Memutuskan Bunuh Diri

Begini bunyi isi surat Bung Hatta kepada Guntur Soekarnoputra.

"Anakda Goentoer Sukarnoputra,Cempaka Putih Barat I/2Jakarta PusatPANCASILA

Dekat pada akhir bulan Mei 1945 Dr. Radjiman Wedyoningrat, ketua Panitia Penyelidik Usaha – Usaha Kemerdekaan Indonesia membuka sidang Panitia itu dengan mengemukakan pertanyaan kepada rapat : “Negara Indonesia Merdeka” yang kita bangun itu, apa dasarnya? Kebanyakan anggota tidak mau menjawab pertanyaan itu karena takut pertanyaan itu akan menimbulkan persoalan filosofi yang akan berpanjang – panjang.

Mereka langsung membicarakan soal Undang – Undang Dasar. Salah seorang dari para anggota Panitia Penyelidik Usaha – Usaha Kemerdekaan Indonesia itu, yang menjawab pertanyaan itu ialah Bung Karno, yang mengucapkan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, yang berjudul Pancasila, lima sila, yang lamanya kira – kira satu jam.

Pidato itu menarik perhatian anggota Panitia dan disambut dengan tepuk tangan yang riuh.

Sesudah itu sidang mengangkat suatu Panitia kecil untuk merumuskan kembali Pancasila yang diucapkan Bung Karno itu.

Di antara Panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang yang akan melaksanakan tugas itu, yaitu :

Ir. Soekarno

Mohammad Hatta

Mr. A.A. Maramis

Abdulkahar Muzakir

H.A. Salim

Mr. Ahmad Soebardjo

Wahid Hasyim

Mr. Muhammad Yamin

Orang Sembilan ini mengubah susunan lima sila itu dan meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa diatas.

Sila kedua, yang dalam rumusan Soekarno disebut Internasionalisme atau peri-kemanusiaan diganti dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, sila ketiga disebut Persatuan Indonesia pengganti sila kebangsaan Indonesia, yang dalam rumusan Bung Karno dia ditaroh diatas jadi sila pertama.

Sila keempat disebut Kerakyatan, yang dalam rumusan Bung Karno sebagai sila ketiga disebut Mufakat atau Demokrasi. Sila kelima disebut sila Kesejahteraan Sosial, yang dalam rumusan Bung Karno disebut Sila ke-4 Keadilan Sosial.

Seperti dikatakan tadi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam rumusan Bung Karno menjadi Sila kelima dijadikan Sila pertama.

Pada tanggal 22 Juni 1945 pembaruan rumusan Panitia 9 itu diserahkan kepada Panitia Penyelidik Usaha – Usaha Kemerdekaan Indonesia dan diberi nama “Piagam Jakarta”.

Kemudia seluruh Piagam Jakarta itu dijadikan “Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945”, sehingga “Pancasila dan Undang – Undang Dasar” menjadi “Dokumen Negara Pokok”.

Pancasila dan Undang – Undang Dasar yang sudah menjadi Satu Dokumen Negara itu diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan sedikit perubaha. Yang dicoret ialah 7 perkataan di belakang Ketuhanan, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi penduduknya”.

Sungguhpun 7 perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja, pemimpin – pemimpin umat Kristen di Indonesia Timur berkeberatan, kalau 7 kata itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok dari pada dasar Negara kita, sehingga menimbulkan kesan, seolah – olah dibedakan warga Negara yang beragama Islam dan bukan Islam.

Pada tanggal 29 Agustus 1945 Komite Nasional dalam rapatnya yang pertama sudah mensahkan Undang – Undang Dasar yang diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan sekarang sudah menjadi U.U.D. Negara kita lagi.

Jakarta, 16 Juni 1978Mohammad Hatta" (*)