Bagaimana mungkin seorang pelanggar HAM yang menyerukan supremasi kulit putih, ujaran kebencian pada ras minoritas, pemberi dukungan penuh pada Israel -- yang mengukuhkan kekuasaan mereka di atas penderitaan rakyat Palestina, diberi tanggung jawab mulia menyelesaikan pelanggaran HAM di Korea Utara yang tak kalah mengerikan?
Grid.ID - Selasa pagi di Singapura, pukul 9 waktu setempat, menyisir lorong yang berbeda, Kim Jong Un dan Donald Trump berjalan ke arah masing-masing.
Keduanya bertemu dan berjabat tangan. Senyum tersungging di wajah kedua pemimpin yang dalam setahun terakhir bersitegang dalam perang komentar. Pastinya, banyak kepentingan yang dipertaruhkan dari pertemuan keduanya.
Trump meletakkan tangannya di bahu Kim, keduanya menghadap kamera para jurnalis dan dunia tengah menyaksikan pertemuan bersejarah ini.
35 Tahun Menghilang, Anggota AU AS Ditemukan Kembali
AS ingin Korea Utara menghapus secara total program nuklirnya, sementara Korut ingin militer Amerika mundur dari semenanjung Korea.
Selain itu, Kim Jong Un ingin diakui di panggung dunia dan mendapatkan jaminan kekuasaannya tidak diganggu gugat.
Dalam 24 jam ke depan, kita masih menerka apa yang berhasil mereka rundingkan.
Yeonmi Park, seorang pembelot Korut menganggap pertemuan keduanya merupakan bagian dari strategi Kim Jong Un untuk melanggengkan kekuasaan -- hal yang sama dan pernah dilakukan ayahnya, Kim Jong Il dahulu.
Yeonmi berharap Trump dapat mendesak Jong Un dan mengakhiri penindasan yang terjadi di Korea Utara.
Detik-detik Momen Bersejarah Pertemuan Kim Jong Un dan Donald Trump