Trump memisahkan anak-anak imigran dengan orangtua mereka yang mencoba memasuki AS secara ilegal.
Kebijakan 'nihil toleransi' pemerintah Trump menciptakan hukum yang mengerikan:para orang dewasa yang berpergian dengan anak-anak dipenjara, sementara anak-anak mereka dipisahkan sebab tidak dapat ditahan di penjara usia dewasa.
Total 638 orang dewasa tengah menjalani tuntutan persidangan dan terpisah dari 658 anak-anak terhitung dari tanggal 6 Mei hingga 19 Mei lalu.
Tindakan tidak manusiawi ini sontak mendapat reaksi keras dari banyak pihak, salah satunya dari organisasi yang berfokus pada kesejahteraan penduduk sipil, American Civil Liberties Union (Persatuan Kebebasan Sipil Amerika).
"Ini merupakan praktik hukum paling mengerikan yang pernah saya lihat dalam 25 tahun terakhir," tandas Lee Gelernt, pengacara American Civil Liberties Union.
Kumis Paling Populer Sepanjang Sejarah
Lee menambahkan, "Pemisahan semacam ini dapat menimbulkan trauma seumur hidup pada anak, terlebih ketika anak-anak merasa orangtua tidak dapat melindungi mereka."
Hal ini kian miris dengan adanya laporan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS yang mengungkapkan tidak adanya sponsor (orangtua asuh) yang berminat membantu anak-anak para imigran gelap tersebut.
Lantas bagaimana mungkin seorang pelanggar HAM menyuruh pelanggar HAM lainnya melakukan hal mulia atas nama kemanusiaan?
Trump bisa saja membujuk Kim Jong Un menghentikan program nuklirnya namun dapat dipastikan Kim tidak akan mau turun dari tahta kepemimpinannya, apalagi mengakui dosa keluarganya yang telah membumi hanguskan jutaan rakyat Korea Utara dalam kemiskinan, kelaparan dan derita tiada akhir.
Dan lebih jauh, dunia dan media seharusnya lebih fair dan jernih melihat pelanggaran HAM yang dilakukan keduanya, sebab Trump tidak lebih baik dari Kim Jong Un. (*)