Grid.ID - Selalu ada di benak anda dan tentunya para pemerhati militer, jika Amerika Serikat dan Rusia terlibat perang siapa yang akan menang?
Semua tentu langsung tertuju kepada beragam senjata canggih yang dipunyai kedua negara macam F-35 vs Su-35 lah, Spetsnaz vs Navy Seal lah, Rudal Patriot vs S-400 lah dan blablabla soal senjata lainnya.
Memang hal di atas adalah faktor penting dalam memenangkan perang dengan waktu yang sesingkat-singkatnya.
Namun mantan komandan AD AS di Eropa, Ben Hodges membuat pernyataan mengejutkan.
BACA : Nyelonong Masuk Tanpa Izin ke Wilayah Indonesia, Kapal Selam US Navy Amerika Hendak Ditorpedo
Ia memprediksi AS dan NATO akan kalah perang di Eropa melawan Rusia.
Penyebabnya bukanlah persenjataan AS yang kalah canggih dari Rusia, namun faktor kerumitan birokrasi, jalur kereta yang tak sesuai dan infrastruktur era perang dingin yang sudah tua.
"Kita harus bergerak secepat, atau bahkan lebih cepat jika Rusia melaksanakan serangan ke perbatasan," kata Ben Hodges seperyi dikutip dari Kompas.com, Rabu (27/6).
Prediksi Ben Hodges tak berlebihan, pasalnya pernah NATO berusaha menguasai bekas teritori Uni Soviet di Iron Curtain, tapi mereka gagal memelihara infrastruktur kunci.
Infrastruktur kunci yang dimaksud Hodges adalah jalur transportasi untuk pasukan dan peralatan militer NATO jika pecah perang dengan Rusia.
BACA : Ini Asal Muasal Kenapa Wajib Menyelupkan Jari ke Tinta Setelah Mencoblos Dalam Pemilu
Prediksi Hodges kemudian ditambahi dengan pengalaman mantan utusan AS untuk NATO, Letjen Purnawirawan Douglas Lute.
Lute sependapat dengan Hodges bahwa mobilisasi pasukan dan transportasinya merupakan masalah besar bagi AS dan NATO di Eropa.
"Malah, saya melihat transportasi merupakan gejala untuk masalah yang lebih besar di Eropa yang sudah bukan lagi kawasan bebas dan aman," tutur Lute.
Hal ini terbukti ketika tahun 2017 lalu ketika AS melakukan latihan perang dengan Jerman.
Saat itu, Komandan skuadron kendaraan tempur AFV Stryker, Letkol Adam Lackey, berkisah dia mendapat perintah harus menempatkan ranpur itu ke Georgia.
BACA : Lagi, Seekor Buaya Gegerkan Warga Jakarta Setelah Terlihat di Kali Angke
Menempuh perjalanan darat, Leckey dan rombongan harusnya bisa sampai di tempat tujuan dalam dua pekan.
Kenyataannya rombongan baru sampai empat bulan kemudian karena berbagai masalah birokrasi.
Antara birokrasi itu adalah regulasi berbeda di Hongaria dan Romania soal standar penguncian kendaraan tempur, serta protokol Jerman yang rumit tentang cara mengangkut ranpur ke kereta.
Belum lagi jika harus melewati regulasi negara non-NATO maka akan tambah runyam lagi birokrasinya.
Di sana, militer AS harus menunggu selama tiga pekan sebelum mendapat pemberitahuan berisi izin melintasi negara Skandinavia tersebut.
"Jika Anda tidak bisa sampai di lokasi konflik kurang dari 45 hari, Anda bisa dikatakan kalah perang," beber Mayjen Steven Shapiro, kepala komando penyokong mobilisasi AS di Eropa.
Sedangkan dari pihak Rusia tampaknya mereka akan mengandalkan pasukan payungnya 'Vozdushno-desantnye voyska Rossii' (VDV) yang mampu dikirim secara cepat melalui udara dan akan diterjunkan bersama tank BMD-4M dari pesawat Ilyushin 76 mereka.
Karena Rusia pun berpikir bahwa mobilisasi dan transportasi pasukan daratnya juga akan mengalami gangguan sama seperti NATO dan AS.
Well, masih berdebat soal Su-35 vs F-35 siapa yang akan menang dalam duel udara jika masalah transportasi pasukan saja sudah sangat pelik?(Seto Aji/Grid.ID)