Laporan Wartawan Grid.ID, Veronica Sri Wahyu Wardiningsih
Grid.ID - Pada tahun 1960-an hingga 1970-an, maskapai nasional Peru LANSA dicap peringkat buruk.
Beberapa pesawatnya mengalami kecelakaan yang menyebabkan kematian lebih dari 200 orang.
Pada tahun 1966, penerbangan LANSA 501 menabrak gunung menewaskan 49 orang di dalamnya, termasuk enam awak.
Kurang dari empat tahun kemudian, penerbangan LANSA 502 mengalami nasib yang sama.
(BACA JUGA: Caisar Resmi Menikah dengan Mantan Karyawannya, Indadari Posting Tulisan Soal Move On dan Jodoh)
Dari 100 orang di dalamnya, hanya ada satu orang yang selamat.
Meskipun maskapai ini mendapat reputasi yang semakin buruk, tetapi LANSA terus beroperasi.
Hal tersebut karena LANSA menjadi transportasi utama dari satu kota ke kota lainnya di Peru.
Pada 24 Desember 1971, penerbangan LANSA 508 dijadwalkan dari ibu kota Lima ke Pucallpa di wilayah tengah negara itu.
(BACA JUGA: Awas, 4 Makanan Ini Bisa Turunkan Gairah Bercinta Kaum Pria loh!)
Di antara penumpang pesawat ada dua warga Jerman, ahli ornitologi, Maria Koepcke dan putrinya yang berusia 17 tahun, Juliane Koepcke.
Mereka menuju ke Pucallpa untuk bertemu dengan sang suami, Hans-Wilhelm Koepcke, seorang ahli zoologi yang sedang melakukan penelitian di hutan Amazon.
Penerbangan yang membawa enam awak dan 86 tersebut disambar petir hanya 40 menit setelah take-off.
Sambaran petir menghantam tangki bahan bakar menyebabkan sayap kanan lepas dari lambung pesawat.
(BACA JUGA: Istri baru Caisar Tidak Larang Sang Suami Joget, Asalkan...)
Kecelakaan tak dapat dihindarkan lagi, pesawat turun mendadak dan mulai hancur karena semakin dekat dengan tanah.
Setelah jatuh bebas dari ketinggian 3.048 meter, pesawat meluncur di tengah hutan Amazon.
Kurang dari satu jam usai musibah terjadi, Juliane menemukan dirinya sebagai satu-satunya yang selamat dari penerbangan LANSA 508.
Juliane terluka parah dengan tulang selangkanya patah, luka dalam kaki, dan menderita gegar otak parah.
(BACA JUGA: Istri baru Caisar Tidak Larang Sang Suami Joget, Asalkan...)
Ketika pesawat itu hancur, gadis remaja itu masih terikat di tempat duduknya lalu jatuh ke tanah.
Setengah sadar, Juliane memanggil ibunya tetapi tak ada suara apapun.
Namun demikian, Juliane berpengalaman 1,5 tahun tinggal di sebuah stasiun penelitian hutan hujan.
Dia bertahan hidup dengan mengais makanan di reruntuhan pesawat tetapi hanya menemukan sebungkus permen.
Juliane rabun dan kehilangan kaca mata.
(BACA JUGA: Baju Batik Laudya Cynthia Bella Sukses Banjir Pujian Ketika Hadiri Acara di Malaysia)
Tentu saja ia jadi sulit melihat ke mana harus pergi.
Selain itu, penglihatannya rusak karena dekompresi mendadak kabin pesawat.
Tapi dia bisa melihat ibunya tak sudah bernyawa dan beberapa mayat yang tersebar di sekitar hutan.
Tak ada pilihan lain selain melanjutkan hidup, Juliane menyusuri perjalanan dalam hutan hujan lebat dengan harapan menemukan tanda-tanda peradaban.
Juliane sadar bahwa daerah itu mungkin penuh dengan ular berbisa, dia melemparkan sandal di depannya untuk menguji tanah.
(BACA JUGA: Yuk Kenalan Sama 3 Zodiak yang Dikenal Sebagai Si Tukang Gosip!)
Cara yang memperlambat tetapi terbukti berguna karena dia tidak menemukan ular di sepanjang jalan.
Sedangkan di sisi lain, kelompok pencari kesulitan mencari keberadaan pesawat karena saking lebatnya hutan.
Juliane menemukan sungai kecil dan menelusurinya hingga hilir selama 10 hari.
Pada satu titik, Juliane tidak yakin bisa berjalan lagi.
(BACA JUGA: Perempuan Seberat 136 Kg Berhasil Diet dan Bertransformasi Jadi Cantik, Rahasianya Simple Banget!)
Namun, dia menemukan sebuah pemandangan yang dikira halusinasi.
Dia melihat ada perahu motor kecil dan sekaleng bensin.
Saat dia belajar dari ayahnya, bensin adalah senjata ampuh dalam melawan belatung pemakan daging.
Dia menyiramkan bensin ke lengannya dan berhasil menarik 35 belatung keluar walau menyakitkan.
Satu jam kemudian, pemilik perahu yang merupakan penebang kayu lokal kembali.
(BACA JUGA: Meninggal dengan Tragis, Beginilah Momen Ulang Tahun Terakhir Lady Diana yang Tertangkap Kamera 21 Tahun Silam)
Para penebang ketakutan melihat kondisi Juliane dan mengiranya sebagai roh air dari cerita rakyat setempat.
Namun, Juliane yang mampu berbahasa Spanyol menjelaskan kepada mereka dan warga pun memberikan pertolongan pertama.
Juliane dibawa menggunakan perahu selama tujuh jam ke desa terdekat.
Juliane dipindah dengan pesawat menuju rumah sakit di Pucallpa dan bersatu kembali dengan ayahnya serta mulai pulih dari luka dan trauma yang dia alami.
(BACA JUGA: 4 Bahasa Tubuh Seseorang yang Sedang Berbohong, Sudah Tahu?)
Berita tersebut menyebar sehingga para wartawan bergegas mewawancarainya.
Beberapa wartawan bahkan sampai menyamar dengan berpakaian staf, namun Juliane pun semakin tertutup.
Juliane merasa yang dialaminya bukan sesuatu yang perlu dibagikan dengan orang lain.
Dia kehilangan ibunya dan menyaksikan mayat-mayat yang menghantuinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya, Juliane melanjutkan hidup dan mengikuti jejak kedua orang tuanya.
(BACA JUGA: Identik dengan Anak, Menonton Kartun Ternyata Punya Banyak Manfaat loh)
Setelah menyelesaikan gelar PhD dalam bidang mamalia di Jerman, Juliane kembali ke Peru di mana dia melakukan penelitian tentang populasi kelelawar Amazon.
Walau sudah pulih, tapi menurut wawancara pada 2010, trauma itu masih membekas.
"Saya mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama, selama bertahun-tahun.
Pikiran mengapa saya satu-satunya yang selamat kerap menghantui saya," ungkap Juliane dikutip dari Intisari Online.
(*)