Grid.ID - Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno memang mempunyai kharisma tersendiri di mata kaum hawa.
Beliau pernah mempersunting sembilan wanita untuk dijadikan istrinya walaupun ada yang dibceraikannya.
Tentu istri Soekarno yang paling dikenal publik adalah Fatmawati.
Tak bisa dipungkiri, Fatmawati merupakan 'First Lady' Indonesia pertama.
BACA : Mengenal Zulkifli Lubis, James Bond-nya Indonesia
Fatmawati jugalah yang menjahit bendera pusaka Merah Putih saat dikibarkan dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Kesetiannya kepada Indonesia dan suaminya, Soekarno tak terbantahkan, Fatmawati selalu mendampingi baik suka dan duka sang Putra Fajar dalam perjalanan hidupnya.
Namun semuanya tampak kelabu bagi Fatmawati saat Soekarno meminta izin kepadanya untuk menikahi seorang janda lima anak pada tanggal 15 Januari 1953, dua hari setelah kelahiran Guruh Soekarno Putra dari rahim Fatmawati.
Fatmawati memberi izin, namun badai protes datang kepada Soekarno dari organisasi wanita yang dimotori oleh Perwari yang anti Poligami.
BACA : Demi Hindari Sosok Diktator, Ratu Elizabeth II Sampai Sembunyi di Semak-semak?
Wanita yang hendak dinikahi Soekarno itu bernama Hartini.
Hartini merupakan wanita asal Ponorogo, Jawa Timur.
Ia lahir tanggal 20 September 1924.
Ayahnya adalah seorang pegawai Departemen Kehutanan yang selalu berpindah-pindah kota dalam pekerjaannya.
Hartini menamatkan sekolah dasarnya di Malang dan ia kemudian diangkat anak oleh keluarga Oesman di Bandung.
BACA : Mengenang Lady Diana: Jika Masih Hidup, Dirinya akan Rayakan Ulang Tahun Ke-57 Hari Ini
Hartini kemudian tumbuh menjadi wanita remaja yang cantik.
Ia kemudian dipersunting oleh Soewondo dan menetap di Salatiga.
Pernikahan mereka dikaruniai lima orang anak.
Namun saat usianya menginjak 28 tahun, Hartini sudah menjadi seorang janda.
Kisah asmara Hartini dan Soekarno bermula saat mereka berdua bertemu di Prambanan tahun 1952 saat peresmian teater tebuka Ramayana.
Saat itu Soekarno mengaku jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Hartini.
Ia juga mengirimkan sepucuk surat cinta kepada Hartini dengan nama samaran Srihana.
"Ketika aku melihatmu untuk pertama kali, hatiku bergetar," demikian kata Srihana alias Sukarno yang terpesona dengan paras cantik Hartini.
"Aku bertemu dengan Hartini. Aku jatuh cinta kepadanya," kata Sukarno kepada penulis otobiografinya Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
"Dan percintaan kami begitu romantis, sehingga orang dapat menulis sebuah buku tersendiri mengenai hal itu."
Setelah meminta izin dari Fatmawati seperti yang sudah diuraikan diatas, Soekarno kemudian menikahi Hartini.
Keduanya melangsungkan pernikahan di Istana Cipanas, 7 Juli 1953 secara sederhana dan tertutup.
Hartini disebut telah mengisi separuh kehidupan Soekarno, ia digambarkan sebagai lambang perempuan Jawa yang setia kepada suaminya.
Tapi menjadi istri soekarno tidak membuat Hartini bisa 'menggusur' posisi Fatmawati sebagai Ibu Negara Indonesia.
Fatmawati memilih pergi 'minggat' dari istana negara setelah Soekarno menikahi Hartini, walaupun dirinya masih bermukim di Jakarta.
Sedangkan Hartini tinggal di salah satu paviliun di istana Bogor.
Tapi pernikahannya dengan Soekarno mendapat pertentangan keras dari rganisasi Persatuan Istri Tentara (Persit), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), dan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari)
Organisasi kewanitaan itu mengecam tindakan poligami Soekarno yang merendahkan martabat perempuan.
Pewrwari juga mendukung sepenuhnya keputusan Fatmawati minggat dari istana negara.
Namun di masa-masa keruntuhan kepemimpinan Soekarno pasca G 30 S PKI, dari sekian banyak istrinya hanya Hartini lah yang mendampingi Bung Karno sampai proklamator Indonesia itu menghembuskan nafas terakhirnya.(Seto Aji/Grid)