Find Us On Social Media :

Nasa Justru Bahagia Jika Gunung Agung Meletus, Ini Alasannya

By None, Selasa, 3 Juli 2018 | 12:10 WIB

Gunung Agung Kembali Mrlrtus

(Baca Juga : Kasus Kopi Jessica Belum Seberapa, Ada Kasus yang Lebih Mengerikan dan Masih Jadi Misteri Hingga Kini)

Letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah yang tercatat terjadi di Gunung Tambora pada 1815.

Letusan ini menyebabkan “Tahun Tanpa Musim Panas”, menyebabkan turunnya salju di Albany, New York, pada Juni setahun berikutnya.

Letusan ini juga menghancurkan tanaman pangan, membuat orang-orang kelaparan, dan rupanya mengilhami Mary Shelley untuk menulis Frankenstein.

Bagi para peneliti, Gunung Agung bisa menjadi kesempatan mereka untuk mengetahui bagaimana gunung berapi mempengaruhi iklim seperti Gunung Tambora.

Penelitian ke Gunung Agung dimulai dengan penerbangan sepuluh jam ketika sebuah gunung berapi di Filipina meletus pada 1991.

(Baca Juga : Dikabarkan Hilang Terseret Ombak, Hasil Pemeriksaan Dokter Terhadap Nining Tak Temukan Luka Bekas Tenggelam )

Para ilmuwan telah mengambil tren selama letusan skala yang lebih kecil pada 1982 dari gunung berapi El Chichon di Meksiko, tapi tidak ada yang seperti apa yang mereka lihat di Gunung Pinatubo di Filipina yang disebut sebagai letusa terbesar abad ke-20.

Memuntahkan satu kubik mil batu dan abu ke udara dan 20 juta ton gas belerang dioksida ke atmosfer, Gunung Pinatubo tidak hanya menghancurkan masyarakat sekitar tapi sejumlah gasnya yang dikeluarkannya mempengaruhi keseluruhan planet kita.

Ketika Pinatubo meletus, sejumlah besar gas yang dikeluarkan menyebar ke seluruh dunia.

(Baca Juga : Pagi Tadi Gunung Agung Kembali Meletus, Status Gunung Masih Siaga Tiga )

Sejurus kemudian, terjadi reaksi kimia, ketiga gas bercampur dengan uap air yang menghasilkan tetesan “super dingin” kecil yang dikenal sebagai aerosol.