Grid.ID - Jika kuping dan hati warga Indonesia khususnya daerah Sulawesi Selatan mendengar nama Raymond Pierre Paul Westerling pastilah akan panas dan dendam bukan main.
Pantas saja Westerling amat dibenci di Indonesia.
Ia merupakan seorang komandan pasukan khusus Belanda, Depot Speciale Troepen (DST) yang melakukan pembantaian massal rakyat Indonesia di berbagai tempat di Sulawesi Selatan Desember 1946 - Februari 1947.
Tak cukup membantai rakyat Indonesia, Westerling juga mendukung kudeta terhadap pemerintah yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dan ia sendiri yang menjadi komandannya.
BACA : Ternyata Ada Desa Jepang di Indonesia, Simak Yuk 4 Faktanya
Kudeta yang dilakukan Westerling bersama APRA nya ialah mencoba menguasai Bandung dan menyerbu Jakarta pada 23 Januari 1950 namun gagal.
Gagal menguasai Bandung maka APRA mundur ke arah Cianjur.
Sial bagi mereka, Divisi Siliwangi sudah mencegat disana dan menghabisi para pembelot negara tersebut.
Tapi Westerling tidak ikut terbunuh dalam penghadangan itu.
Ia melarikan diri ke Jakarta bersama pengawal setianya Pim Colsom dan dua okum polisi Indonesia yang membelot membantu pelarian Westerling.
Pelarian Westerling menggunakan tiga buah mobil yang secara berkala ia tumpangi bergantian.
BACA : Usai Diusir Keluarga Korban Kapal Sinar Bangun, Ratna Sarumpaet Beri Klarifikasi
Westerling menjadi target utama TNI karena berbagai aksi biadab tanpa perikemanusiaannya.
"Intelijen kami mengidentifikasi mobil-mobil itu masing-masing berplat nomor wilayah Bandung dan Jakarta: D 1067, D 1373, B 16107" ujar Kolonel (purn) Mochamad Rivai yang ikut memburu Westerling.
Saat di Jakarta Westerling juga berpindah-pindah tempat untuk menghindari penciuman Intelijen Indonesia.
Bahkan disana ia sempat bertemu dengan pentolan APRA, Sultan Hamid II.
"Mereka (Westerling dan Hamid) pernah bertemu di suatu tempat yang letaknya sekarang ada di sekitar Jalan Veteran, Jakarta Pusat,” ujar mantan jurnalis yang pernah secara langsung mewawancarai Westerling di Belanda tahun 1970an.
TNI kian getol memburu Westerling saat mereka tahu ia ada di Jakarta.
Hasilnya salah satu pendukung kuat Westerling, Letkol Rappard tewas setelah di berondong peluru oleh tentara Indonesia dalam suatu penyergapan.
BACA : Mengenal Strombolian, Jenis Letusan Pada Erupsi Gunung Agung di Bali
Sadar nyawanya sangat terancam, Westerling berniat untuk keluar Indonesia secepatnya.
Beberapa pejabat tinggi militer dan sipil Belanda kemudian membantu agar Westerling jangan sampai tertangkap atau mati di tangan tentara Republik, mereka menyusun rencana melarikan Westerling keluar negeri.
Intelijen TNI tak tinggal diam, mereka berhasil mencium gelagat melarikan Westerling.
Maka dibentuklah sebuah tim pemburu untuk mengeliminasi Westerling yang dipimpin oleh Mayor Brenthel Soesilo.
Kamis 23 Februari 1950, tim pemburu tersebut mendapat info bahwa Westerling akan dikawal beberapa orang menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
Pukul 7 malam dua orang anggota tim pemburu bernama Letnan Supardi dan Letnan Kesuma bergegas menuju Tanjung Priok.
Mobil Jip yang digunakan kedua tentara Indonesia itu berpapasan dengan mobil yang ditumpangi Westerling.
Tapi anehnya Westerling yang menggunakan seragam tentara KNIL saat itu santai saja dan malah turun dari mobil menghampiri Letnan Supardi dan Kesuma.
Ia mengajak kedua pemburunya itu untuk singgah di bar dan minum.
Tapi ajakan itu ditampik oleh keduanya.Lantas letnan Kesuma mengajak Westerling untuk singgah sebentar ke Pos Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS/TNI kala itu) di dekat Tanjung Priok.
Westerling mengiyakannya dan dirinya lantas naik mobil untuk mengikuti jip yang ditumpangi letnan Kesuma bersama Supardi.
Belum juga 100 meter jalan, secara tiba-tiba berondongan tembakan menyalak dari mobil yang ditumpangi Westerling menyasar Jip letnan Supardi dan Kesuma.
Tak ayal mobil jip tersebut langsung terjungkal seketika.
Sedangkan mobil yang ditumpangi Westerling langsung tancap gas berbalik arah ke pelabuhan.
Mengetahui anak buahnya tertembak, Mayor Brenthel Soesilo ganti yang mengejar Westerling.
Bersama seorang bekas tentara Belanda yang membelot ke Indonesia, Letnan J.C.Princen, Mayor Brenthel bahkan terlibat adu tembak dengan para pengawal Westerling.
Sayang seribu sayang, Westerling memanfaatkan kemelut itu untuk kabur dengan pesawat amfibi PBY-5A Catalina milik AL Kerajaan Belanda yang sudah stand by disana menunggu Westerling.
Ia berhasil kabur ke Singapura walaupun sempat ditahan oleh otoritas disana.
Agustus 1950, Westerling keluar dari Singapura menuju Eropa dan pulang kampung ke Belanda.
Westerling tak pernah diadili atas tindakan pelanggaran HAM beratnya kepada rakyat Indonesia hingga ia meninggal tanggal 26 November 1987 di Purmerend, Belanda.(Seto Aji/Grid.ID)