Laporan wartawan Grid.ID, Dewi Lusmawati
Grid.ID- Susu kental manis (SKM) tengah menjadi sorotan.
Pasalnya, pada Mei lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) mengeluarkan surat edaran tentang label dan iklan pada produk susu kental dan analognya (kategori pangan 01.3).
Susu kental manis akhirnya secara resmi dinyatakan tidak mengandung susu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Tanpa padatan susu sama sekali, susu kental manis dianggap telah berhasil 'menipu' masyarakat yang justru sering menyajikannya untuk anak.
Seperti diketahui, banyak orang Indonesia menyajikan susu kental manis sebagai alternatif dari susu bubuk yang memiliki harga lebih mahal.
Dikutip dari Intisari, melalui Surat Edaran tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) pada Mei 2018, BPOM memberikan aturan ketat terkait peredaran susu kental manis.
BACA JUGA: BPOM Resmi Menyatakan Susu Kental Manis Bukan 'Susu', ini Bahayanya
Dilansir Grid.ID dari Kompas.com, walau mungkin memiliki kandungan susu, namun produk kental manis memang tak bisa disetarakan dengan produk susu lain yang berfungsi sebagai pemenuhan gizi.
Dr Juwalita Surapsari Spesialis Gizi Klinik (SpGK) mengungkapkan, dibanding susu pertumbuhan lain, kandungan protein kental manis termasuk kecil, yakni sekitar lima persen dari total kalori.
Sementara susu pertumbuhan lain untuk anak bisa mencapai 18 persen.
"Kalau dibandingkan dengan susu pertumbuhan lain (secara kandungan protein), otomatis jauh," ungkap Juwalita kepada KOMPAS.com, Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Selain itu, kandungan gula dalam produk ini juga tinggi.
"Jadi kalau dibilangg apakah susu kental manis bisa jadi pelengkap gizi anak? Jawabnya tidak, karena protein susu kental manis tidak cukup dan tidak sesuai kebutuhan," kata Juwalita.
BACA JUGA: Sedang Diet untuk Turunkan Berat Badan, Hindari Minum Susu Sapi ya!
Ia menegaskan, fungsi kental manis hanya penambah rasa pada makanan, seperti tambahan untuk salad buah.
Anjuran ini berlaku bukan saja untuk anak, juga orang dewasa.
Sebab, konsumsi produk kental manis berlebih bisa memicu beberapa risiko kesehatan, salah satunya sindrom metabolik seperti diabates.
Pemicu dari masalah kesehatan itu lantaran kandungan gula dan kalori tinggi, namun minim zat gizi.
Risikonya adalah kegemukan.
"(Risiko kesehatan ini) berlaku untuk anak dan dewasa juga. Tapi, kalau saya lihat sekarang (paling rentan) adalah anak-anak, apalagi kalau orangtuamya belum terinformasikan kalau susu kental manis bukan susu," ungkap Juwalita.
BACA JUGA: 3 Manfaat Rahasia Susu untuk Kecantikan Kulit Wajah yang Harus Kamu Tahu!
Menurutnya, risiko kesehatan dari konsumsi kental manis berlebih tidak bisa langsung terlihat.
Risiko ini termasuk jangka panjang, sehingga lebih berbahaya jika lama kelamaan dibiarkan.
Sementara itu, dikutip dari Kontan, lembaga independen di bidang riset dan edukasi kesehatan, Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters), BPOM tidak bersikap diskriminatif.
Terutama dalam mengawasi berbagai produk yang dianggap mengandung gula tinggi, termasuk saat menyikapi polemik susu kental manis (SKM).
Luthfi Mardiansyah, Chairman & Founder Chapters menilai, BPOM cenderung tidak terbuka dan diskriminatif dalam menangani produk-produk yang dianggap mengandung gula tinggi dan berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat.
“Ini dapat membingungkan masyarakat,” kata Luthfi di Jakarta, Rabu (4/7).
BACA JUGA: 3 Manfaat Rahasia Susu untuk Kecantikan Kulit Wajah yang Harus Kamu Tahu!
Pernyataan Luthfi menanggapi penerbitan Surat Edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3).
Edaran yang ditandatangani Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Suratmono pada 22 Mei tersebut secara spesifik hanya mengubah ketentuan iklan serta label Susu Kental dan Analognya.
Edaran tersebut mengandung sejumlah larangan dalam label dan iklan susu kental manis.
Di antaranya, menampilkan anak-anak di bawah lima tahun, penggunaan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan Analognya setara produk susu lain, serta pemakaian visualisasi gambar susu cair dan atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk konsumsi sebagai minuman.
"Khusus iklan, dilarang ditayangkan pada jam tayang anak-anak. Produsen, importir, dan distributor produk Susu Kental dan Analognya harus menyesuaikan paling lama enam bulan sejak surat edaran ditetapkan," tulis Suratmono dalam surat edarannya.
Menurut Luthfi, khusus kasus susu kental manis, indikasi tekanan terhadap BPOM sangat kuat.
BACA JUGA: Rayakan Lebaran, Ali Syakieb akan Susul Citra Kirana ke Bandung
Sudah sejak lama BPOM mengizinkan produsen SKM mengedarkan produk sesuai label dan iklan saat ini.
“Saya juga tidak tahu kenapa baru sekarang tiba-tiba, apakah ada kepentingan dibalik itu atau tidak,” katanya.
Hardinsyah, Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Indonesia berpendapat, Surat Edaran BPOM sangat spesifik terhadap produk tertentu.
Padahal, jika dilihat di pasaran masih banyak produk pangan yang lebih manis yang dapat mengakibatkan kegemukan jika dikonsumsi berlebihan.
“Menurut saya aturan untuk susu kental manis atau SKM ini tidak fair,” kata Hardinsyah.
Dia menjelaskan terdapat dua jenis susu kental manis yaitu Krimer Kental Manis dan Susu Kental Manis Full Cream.
BACA JUGA: Susu Gula Merah, Ramuan Ampuh untuk Jaga Pencernaan, Pas Banget nih Buat yang Habis Lebaran!
Krimer berfungsi sebagai pelengkap, sedangkan Susu Kental Manis Full Cream berfungsi sebagai penyedia nutrisi karena mengandung vitamin, mineral, dan protein.
Baik Krimer Kental Manis maupun Susu Kental Manis Full Cream mengandung padatan susu yaitu sekitar 10% hingga 20%.
Menurut dia, susu kental manis bahkan lebih baik dari minuman atau makanan berpemanis lain yang kandungan kalorinya lebih tinggi.
“Di pasaran saat ini ada ratusan produk makanan minuman manis yang tidak diatur, yang kandungan pemanisnya lebih tinggi dari susu kental manis dan klaim sebagai produk pangan bergizi,” tegas Hardinsyah.
Amaliya, Pendiri sekaligus Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) berpendapat setiap penerbitan sebuah aturan termasuk di bidang kesehatan semestinya didahului penelitian yang mendalam.
Khusus mengenai susu kental manis, sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang menegaskan produk tersebut merupakan faktor utama penyebab berbagai penyakit seperti obesitas, diabetes, gizi buruk, dan kerdil (stunting).
BACA JUGA: Minum Susu Bisa Bikin Tubuh Tambah Tinggi, Mitos Atau Fakta ya? yuk Simak Penjelasannya!
Dosen Universitas Padjajaran Bandung ini menambahkan berbagai penyakit akibat gula banyak muncul akibat pola konsumsi pangan masyarakat yang tidak seimbang.
Salah satu buktinya, kasus gizi buruk tidak hanya terjadi pada anak-anak dari keluarga kurang mampu, melainkan juga dari masyarakat kaya.
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan hampir sepertiga anak yang stunting berasal dari keluarga kaya.
Untuk mengantisipasi berbagai persoalan tersebut seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pola hidup sehat.(*)