Grid.ID - Fang Yin dan isterinya Yang Xiaoxia selama ini hidup sebagai petani ular di China Timur. Menurut mereka bekerja sebagai petani ular merupakan pilihan tepat.
Bahkan, mereka sama sekali tidak khawatir jika hewan yang mereka ternakkan bisa menhilangkan nyawa mereka. Gigitan ular sudah menjadi makanan sehari-hari mereka.
"Awalnya saya takut, tapi sekarang saya sudah terbiasa dengan semua ini," kata Fang dikutip dari Scmp.com.
Seolah-olah untuk membuktikannya, pria berusa 30 tahun itu mengenakan baju tanpa lengan saat melakukan aktivitasnya di rumahnya di desa yang sunyi, Zisiqiao, provinsi Zhejiang.
(Baca Juga :Mematikan Centang Biru dan Last Seen WA Bisa Membuatmu Rugi Loh!)
Ya desa sunyi, karena populasi warga di desa tersebut berkurang, kini hanya mencapai 600 jiwa.
Ini membuat Zisiqiao telah dijuluki "desa ular" oleh media, setelah banyak rumah tangga di sana mulai memelihara ular untuk makanan dan obat tradisional China sejak empat dekade lalu.
Sebuah keputusan yang pada akhirnya membantu mengubah ekonomi lokal.
Fang memperlihatkan bagaimana aktivitasnya sehari-hari dalam memelihara ular-ular ini.
(Baca Juga :Heboh Syahrini Pakai Tas Palsu, Begini Cara Membedakan Tas yang Asli)
Tampak, Fang mengangkat ular yang sedang hamil dari salah satu kantong jaring.
Masing-masing dari kantong jaring di ruangan tersebut berisikan selusin ular.
Gambar yang lain memperlihatkan istrinya, Yang, mengecek kondisi telur ular untuk mengetahui kesehatan embrio di dalamnya.
Peternakan ular mereka adalah salah satu dari lebih dari 100 peternakan, di Kabupaten Deqing, di mana lebih dari tiga juta ular dibesarkan setiap tahun untuk makanan dan obat-obatan.
Peternakan ular di desa tersebut pertamakali diprakarsai oleh Yang Hongchang, yang mencoba membudidayakan ular pada tahun 1980-an
(Baca Juga :Dibilang Mirip Baskom Hingga Helm, Begini Gaya Hijab Mulan Jameela)
Dijuluki “raja ular”, pria berusia 67 tahun itu sekarang memiliki perusahaan yang fokus untuk membuat suplemen makanan dari hewan ini.
“Ketika saya masih muda, seluruh desa sangat miskin,” kata Yang.
“Ada banyak danau dan sungai di wilayah ini, dan ada banyak ular yang hidup di air. Jadi kami berpikir untuk menangkap ular dan menjualnya demi uang," tambahnya.
Peternak lain berusia 50-an, Yang Farong, mengatakan dia ingat saat menangkap ular di samping danau dan sungai di daerah itu saat remaja.
Pada tahun 1970-an, "semua orang melakukan ini, pria dan wanita, meskipun kami semua sedikit takut", katanya.
Setelah beberapa tahun, jumlah ular yang tersisa di alam bebas telah punah oleh para pemburu, jadi “raja ular” memutuskan untuk mulai membiakkan mereka sendiri.
Pada tahun pertama, hanya 10 persen dari telur ular menetas, membuatnya merugi lebih dari 10.000 yuan
(Baca Juga :Model Cantik ini Alami Nasib Nahas Saat Berpose Dengan Sekelompok Hiu)
Tetapi dia bertekad untuk belajar dari kegagalannya.
Tahun berikutnya, tingkat penetasan melonjak hingga 80 persen dan dia berhasil mengangkat lebih dari 30.000 ular.
Jenis ular yang banyak dibudidayakan disana adalah viper dan juga ular berbisa lainnya.
Peternak biasanya menjual ular ke perusahaan farmasi China yang mengubahnya menjadi bubuk, beberapa di antaranya diekspor ke Jepang, Korea Selatan, Amerika, dan Eropa.
Kini perdagangan itu telah memberikan pemasukan pada desa yang dulu miskin, sekitar 80 juta yuan (US $ 12 juta) atau setara Rp172 M per tahun. (*)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Mengintip Desa Ular di China, Lebih dari 3 Juta Ular Diternakkan di Sini dan Menghasilkan Rp172 M per Tahun