Laporan Wartawan Grid.ID, Chandra Wulan
Grid.ID - Baru saja Hari Anak Nasional dirayakan pada 23 Juli lalu, sebuah kisah miris datang dari Jambi.
Seorang remaja berusia 15 tahun asal Jambi divonis enam bulan penjara karena mengaborsi kandungannya.
Dilansir dari berbagai sumber, kasus ini menyeruak ketika warga menemukan mayat bayi perempuan di kebun sawit pada 30 Mei 2018.
AA (18 tahun) lalu ditangkap karena menghamili adiknya WA (15 tahun).
(Baca juga: 7 Cara Mudah Obati Batuk di Malam Hari, Salah Satunya dengan Air Garam)
AD, ibu dari kedua anak ini berupaya melakukan aborsi ketika mengetahui WA hamil oleh AA.
Janin telah berusia enam bulan ketika diaborsi.
AA divonis dua tahun penjara atas tuduhan pelecehan seksual terhadap anak.
Sedangkan WA divonis enam bulan penjara karena mengaborsi kandungannya.
(Baca juga: Heboh Penangkapan Ular Piton di Sulawesi, Ternyata Dagingnya Digemari dan Dijual Bebas di Pasar)
Sudah diperkosa hingga hamil oleh kakak sendiri, aborsi dengan teknik pijat, kini WA harus menerima hukuman kurungan juga.
Hukum di Indonesia hanya mengizinkan aborsi jika kandungan masih berusia kurang dari enam minggu.
Berdasarkan Pada 75 ayat 2 UU Kesehatan, Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi diberikan HANYA dalam 2 kondisi berikut:
a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
(Baca juga: Jerry Aurum Beberkan Kondisi Terkini Shakira Aurum yang Tengah Dirawat di Singapura)
b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Meskipun begitu, pada pasal berikutnya, Pasal 76 UU Kesehatan, aborsi hanya bisa dilakukan:
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Kasus ini pun mendapat perhatian dari media internasional, di antaranya The Guardian.
(*)