Grid.ID - Dalam membina rumah tangga, sudah pasti kita ingin menjelaninya dengan orang yang kita cintai. Tetapi berbeda dengan kisah unik yang ada di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Disini terdapat dua desa yang melarang warganya untuk saling jatuh cinta, apalagi sampai menikah.
Hal ini terungkap daalam tradisi "Asrah Batin" yang berlangsung kemarin, Minggu (29/7).
Dalam tradisi ini, ribuan warga Desa Karanglangu, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menyeberangi Sungai Tuntang setempat selebar 15 meter menuju perkampungan seberang di Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Grobogan.
(Baca Juga :Selama ini Google Bisa Merekam Percakapan Kita Secara Langsung)
Sementara itu, warga Desa Ngombak akan menyambut kedatangan warga Desa Karanglangu dengan pelayanan yang maksimal.
Tamu yang datang juga dimanjakan dengan hiburan kesenian serta suguhan hidangan khas Jawa yang beraneka ragam.
Dalam tradisi yang digelar setiap dua tahun sekali ini, Kepala Desa Karanglangu dan perangkat Desa Karanglangu dijemput oleh pihak Desa Ngombak menggunakan rakit yang dihias sedemikian rupa.
Adapun warga Desa Karanglangu, baik tua maupun muda, menyeberangi sungai dengan berjalan kaki secara hati-hati dengan dibantu pengawalan warga Desa Ngombak.
Dimulai sejak pagi hingga siang hari, ribuan pengujung berkerumun di sekitar lokasi sungai besar untuk menyaksikan tradisi yang menarik ini.
Suasana kekaraban antara dua desa yang terpisah dengan bentangan sungai tuntang ini kental terasa, waga desa Ngombak akan menyongsong kedatangan waga Desa Karanglangu dengan penuh kehangatan.
"Tradisi Asrah Batin merupakan peninggalan budaya Kabupaten Grobogan yang sarat akan makna toleransi.
Tradisi ini patut dilestarikan sebagai penanda bahwa warga Grobogan adalah orang-orang yang berbudi luhur", kata Bupati Grobogan Sri Sumarni, dilansir dari laman Kompas.com.
(Baca Juga :Kisah Haru Seorang Wanita yang Lahirkan Anak Pertamanya di Usia 58 Tahun)
Tradisi Asrah Batin erat hubungannya dengan kepercayaan warga tentang sosok Kedhana dan Kedhini, yaitu Raden Sutejo dan Roro Musiah yang diyakini sebagai leluhur pendiri Desa Karanglangu dan Desa Ngombak.
Menurut mitos, Kedhana dan Kedhini adalah saudara kandung yang terpisah saat keduanya masih kecil.
Keduanya berkelana secara terpisah melewati hutan dan sungai, hingga akhirnya Kedhana berhenti dan menetap di suatu desa yang diberi nama dengan Desa Karanglangu.
Sementara itu, Kedhini menetap di suatu desa yang diberi nama Desa Ngombak.
Saat keduanya tumbuh dewasa, mereka bertemu kemudian jatuh cinta dan hampir menikah.
Pernikahan itu akhirnya urung terjadi setelah terungkap bahwa mereka adalah sepasang kakak beradik yang telah lama terpisah.
Kepala Desa Ngombak, Kartini, menyampaikan, tradisi Asrah Batin ini dilaksanakan turun temurun pada Minggu Kliwon untuk mengenang Kedhana dan Kedhini.
(Baca Juga :Makin Cantik dan Awet Muda, Begini Penampilan Marimar Setelah 24 Tahun Berlalu)
"Asrah Batin" sendiri merupakan kata lain dari "Pasrah Batin", dengan kata lain berusaha ikhlas dengan apapun kenyataan yang terjadi.
Pasrah Batin juga pengejawantahan dari rasa syukur kepada Sang Khalik, atas izin Sang Pencipta pernikahan terlarang antara saudara kandung tersebut dapat dicegah.
"Rencananya rombongan Desa Karanglangu hendak mengantar Kedhana melamar Kedhini di Desa Ngombak.
Namun nasib berkata lain, prosesi pernikahan gagal dan diganti menjadi hajatan syukuran karena ternyata Kedhana dan Kedhini adalah saudara kandung yang lama terpisah. Bentuk syukur kepada Tuhan yang telah membuka tabir. Momen sedih dan bahagia bercampur menjadi satu," ungkap Kartini.
Cerita inilah yang menyebabkan pemuda dan pemudi dari kedua desa dilarang untuk saling mencintai, apalagi sampai mengikat janji suci menuju pelaminan.
Kisah tersebut juga dibuktikan dengan keberadaan makam dan petilasan
(Baca Juga :Mana yang Lebih Hemat, Mencabut Kabel Listrik atau Dibiarkan Standby?)
"Warga Desa Karanglangu dan Ngombak adalah saudara tua dan muda.
Turun temurun, laki-laki dan perempuan dari dua desa itu tidak diperbolehkan untuk saling menikah.
Warga percaya jika melanggar akan ada musibah, dahulu pernah ada yang melanggar dan meninggal dunia. Hingga saat ini belum ada yang berani melanggar. Kami pun menjaga tradisi itu. Wallahu alam," terang Mahfud. (*)
Artikel ini telah tayang di Warga Dua Desa di Jawa Ini Dilarang Saling Jatuh Cinta Apalagi Menikah, Begini Kisahnya