Grid.ID – Bila kita sekarang mengendarai mobil dari Yogyakarta menuju Solo, maka sebelum tiba di Kota Katosuro kita akan bertemu dengan jalan raya Semarang-Solo. Di sebelah kanan jalan kita bisa melihat sebuah Kesatrian RPKAD (sekarang kopasus) yang dikelilingi lapangan luas.
Tempat ini dikenal dengan nama "Kandang Menjangan" yang dahulunya merupakan semacam hutan suaka yang dikelilingi pagar dari balok-balok kayu jati milik Kasunanan Surakarta.
Ke dalam hutan yang merupakan "kandang" amat luas ini dilepaskan berbagai macam hewan buruan yang ditangkap dari hutan atas perintah Sunan.
Hewan itu dibiarkan bebas berkeliaran dan berkembang biak. Pada waktu-waktu tertentu Sunan menyelenggarakan acara berburu di tempat tersebut sebagai salah satu rekreasi kaum bangsawan.
Tempat semacam ini dalam bahasa Jawa disebut "Krapyak".
Dalam sejarah kita mengenal tokoh Sunan Anyokrowati yang memerintah Mataram tahun 1601-1613 meriggantikan Panembahan Senopati pendiri Mataram dan ayah Sultan Agung.
la dikenal juga dengan nama Sunan Sedo Krapyak, yang artinya "Raja yang meninggal di Krapyak".
Menurut cerita, raja ini sedang berburu banteng di dalam Krapyak. Ia menanti hewan buruannya di atas sebuah bangunan tinggi yang khusus dibuat untuk tujuan tersebut.
Ketika seekor banteng lewat di bawahnya, ia segera menembak dan tersungkurlah banteng tadi. Raja segera turun dengan maksud melihat dari dekat hasil buruannya.
Tidak disangka bahwa banteng tadi bangkit kembali dan menerjang sang raja sehingga tewas.
Berburu memang sudah sejak lama menjadi kegemaran raja dan kaum bangsawan di Jawa.
Dari kitab Nagarakertagama gubahan Prapanca yang ditulis tahun 1365 kita juga memperoleh berita bahwa raja Hayam Wuruk beberapa kali menyelenggarakan acara berburu di hutan.