Find Us On Social Media :

Baju Hangat Warna Hijau yang Menyelamatkan Gadis Cilik dari Holocaust

By None, Sabtu, 4 Agustus 2018 | 14:52 WIB

Foto Kristine yang diambil setelah perang berakhir

Grid.ID - Jika kamu bertanya kepada Suzy Snyder, kurator museum, tentang benda apa yang paling berharga di antara koleksi Holocaust Memorial Museum.

dia tidak akan mengarahkan kepada gerbong yang digunakan untuk mendeportasi orang-orang Yahudi atau tumpukan sepatu mereka sebelum dibunuh di kamp kematian.

Snyder hanya akan menunjukkan benda sederhana, yaitu sebuah baju hangat berwarna hijau pastel.

Sweater tersebut dipakai oleh gadis kecil bernama Kristine Karen, saat ia meringkuk di selokan Lvov, Polandia, untuk menghindari serangan Nazi.

Bagi Snyder, itu merupakan benda unik yang menyentuh dari peristiwa Holocaust.

Pada 1943, Kristine Chiger (ia mengubah nama belakangnya menjadi Keren setelah perang) masih berusia tujuh tahun.

Ia tinggal di kampung Yahudi di Lvov, Polandia. Baju hangat berwarna hijaunya yang dibuat oleh sang nenek sebelum Jerman menginvasi Polandia, merupakan harta karun bagi Kristine.

Dua tahun sebelumnya, Kristine menyaksikan bagaimana neneknya diangkut paksa ke dalam truk dan dideportasi ke kamp kematian Belzec.

(Baca Juga: 5 Dampak yang Akan Terjadi Jika 2 Minggu Tak Berhubungan Intim)

Ketika nenek Kristine mengucapkan selamat tinggal, anggota Nazi memukul kepalanya dengan gagang senapan.

Setelahnya, Kristine menjalani kehidupan seperti ‘buron’.

Di siang hari, kedua orangtuanya melaksanakan kerja paksa di kamp, sementara adik laki-lakinya bersembunyi di dalam apartemen sempit demi menghindari deportasi.

Ketika Nazi melakukan pengecekan secara acak, Kristine akan menempatkan adiknya ke dalam koper lalu bersembunyi di sudut di belakang jubah mandi ibunya.

Kehidupan semakin buruk bagi Kristine ketika Nazi memutuskan untuk menghancurkan wilayah tempat tinggalnya.

Untuk menghindari kamp kematian, Kristine dan keluarganya berdiam di bawah tanah.

“Itu sangat mengerikan. Rasanya seperti di neraka,” kenang Kristine pada 2007.

Ia dapat mendengar anak-anak yang bermain di atas tanah dan suara mobil yang melintas, namun tidak bisa keluar dari bawah tanah untuk mendapatkan udara segar.

Di dalam terowongan bawah tanah yang sempit dan gelap, keluarga ini dikelilingi bau yang tak tertahankan dan air yang terus menerus naik setiap hujan.

(Baca Juga: Duh! Kirim Pesan WhatsApp Bakal Bayar, Jadi Balik ke Sistem SMS)

Tikus menjadi makanan utama dan mereka harus bertahan hidup dari serangan kutu, disentri, dan campak.

Ayah Kristine mengajarkannya membaca dan sang ibu mencoba meningkatkan semangatnya.

Kabar-kabar dari ‘dunia atas’ yang didengarnya berasal dari Leopold Socha, penduduk Polandia yang menemukan tempat persembunyian mereka.

Kristine berjuang dengan depresinya sambil menyaksikan bagaimana orang-orang lain dalam persembunyian mulai kehilangan akal. Sebagian keluar dari bawah tanah hanya untuk ditembak.

Sementara yang lainnya, berhasil bertahan selama 14 bulan sebelum Rusia membebaskan mereka pada Juli 1944.

Ketika Kristine keluar dari bawah tanah, ia kekurangan gizi dan kesakitan. Mata gadis cilik ini juga tidak tahan dengan paparan cahaya matahari.

Beruntung, Kristine masih memiliki baju hangat hijau dari sang nenek yang dikenakannya hingga sembuh.

“Baju hangat ini menyelamatkan dan tumbuh bersamaku. Saya sangat menyayanginya,” katanya.

(Baca Juga: Duh! Kirim Pesan WhatsApp Bakal Bayar, Jadi Balik ke Sistem SMS)

Setelah perang, Kristine pindah ke Israel, menikah, menjadi dokter gigi, lalu bermigrasi ke Amerika Serikat.

Di mana ia mengubah nama belakangnya menjadi Keren. Setiap hari, Kristine selalu menatap baju hangat tersebut.

Hingga akhirnya, pada 2004, Kristine mendonasikan sweaternya ke museum Holocaust.

Meskipun tidak dipajang, namun baju hangat ini bisa dilihat pengunjung dengan mengajukan permohonan terlebih dahulu.

“Itu adalah benda yang menghubungkan Kristine dengan neneknya yang tidak berhasil selamat dari kekejaman Holocaust,” kata Snyder yang membantu mengumpulkan dan merawat objek-objek peninggalan masa perang, termasuk milik korban pembantaian Nazi.

“Pasti berat bagi Kristine untuk menyerahkan benda bersejarah ini kepada museum.

Namun, kami telah melewati beberapa diskusi panjang,” tambahnya. (*)