Grid.ID - Seorang ahli geofisika dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) menyatakan dua gempa besar yang terjadi di Lombok disebabkan oleh tabrakan dua lempeng tektonik.
Paul mengungkapkan pusat kedua gempa terjadi sepanjang patahan beserta dua lempeng tektonik bertabrakan.
Dimana dalam prosesnya satu lempeng menimpa lempeng yang lain.
"Di daerah ini (Lombok) ada zona subduksi, di mana salah satu lempeng berada di bawah lempeng lain dan terjadi tabrakan," kata Paul kepada Live Science, seperti dilansir dari Kompas.com, Kamis (9/8).
Menurut Paul, yang bertabrakan adalah Lempeng Australia dan Lempeng Sunda.
BACA : Ini Proses Perekrutan Menjadi Agen Mata-mata CIA, Untuk Mendaftar Saja Butuh Waktu Setahun!
"Lempeng Australia bergerak ke bawah lempeng Sunda dan lempeng Australia bergerak ke utara saat ada di bawah lempeng Sunda," imbuhnya.
Ia menuturkan, kawasan Indonesia yang dilingkari Cincin Api Pasifik atau poros potensi bencana, membuat Indonesia rawan gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Cincin api yang dimaksud sebenarnya berbentuk tapal kuda jika dihubungkan dengan garis imajiner sebagai penandanya.
Cincin api membentang di tepi Samudera Pasifik dan mengikuti kawasan dengan lempeng tektonik yang setiap waktu dapat bertabrakan.
Selain Indonesia, kawasan lain yang memiliki zona subduksi adalah lepas pantai Washington, Kanada, Alaska, Rusia, dan Jepang.
Wilayah Indonesia 'dikepung' diantara tiga lempeng tektonik aktif, yakni lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Hindia Belanda.
Jika terjadi interaksi antara lempeng, maka proses tersebut akan menyebabkan gempa bumi.
Sejak gempa bermagnitudo 7 yang terjadi pada Minggu (5/8/2018) mengguncang Lombok dan getarannya dirasakan sampai Bali dan Jawa Timur, tercatat sudah ada 230 kali gempa susulan hingga Selasa (7/8/2018) pukul 7.00 WITA.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, dari 230 gempa susulan ada 16 gempa yang dirasakan kuat. Diberitakan sebelumnya, gempa pada 5 Agustus 2018 disebut BMKG sebagai gempa utama dari rangkaian gempa yang terjadi pada 29 Juli 2018.(*)