(Baca Juga: Asian Games 2018 Membuat Korut dan Korsel Dalam Satu Bendera, Warga Korea Berharap Konflik Memudar)
"Penyelenggaraan acara olah raga internasional tidak boleh mengorbankan hak asasi manusia. Tembak mati harus dihentikan dan semua kasus kematian harus diselidiki dengan cepat dan efektif," tegasnya.
Menurut pengakuan Usman, angka tembak mati mencapai puncaknya pada 3-12 Juli 2018.
Dimana dalam rentang waktu itu, 11 orang di Jakarta dan 3 orang di Palembang ditembak mati polisi sebagai bagian dari operasi pengamanan untuk mempersiapkan kota-kota penyelenggara Asian Games 2018.
"Di Jakarta, selain mereka yang dilaporkan tewas, ada 41 orang ditembak di kaki dan sekitar 700 dari 5000 orang yang ditangkap disangka melakukan tindak kriminal," ungkap Usman.
Aksi penembakan ini memang secara tegas pernah disampaikan oleh pejabat tinggi polisi sebelum operasi Cipta Kondisi digelar.
Dimana secara terbuka diumumkan, aparat akan mengambil tindakan tegas termasuk menembak di tempat orang yang melawan atau menyerang petugas.
Walaupun kebijakan tersebut sempat menuai kritikan, tetapi Kapolri menegaskan kembali keputusannya pada 30 Juli bahwa aparat kepolisian tak ragu untuk menembak mati pelaku kriminal yang melawan petugas.
(Baca Juga: Wishnutama Ajak Jokowi Makan Bakso Agar Mau Tunggangi Moge Saat Pembukaan Asian Games 2018)
Jumlah orang yang tewas ditembak oleh polisi di Indonesia akibat kejahatan jalanan dari Januari hingga Agustus 2018 meningkat 64% dibandingkan periode yang sama pada 2017 yaitu 47%.
“Polisi jelas menerapkan kebijakan ‘tembak dulu dan bertanya belakangan’," ujar Usman.
Untuk itu, Usman meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Kepolisian Nasional harus segera melakukan penyelidikan menyeluruh, tidak memihak, dan independen terhadap praktek tembak mati tersebut.