(Baca Juga: Ini Dia Bedanya Rusia dan AS Dalam Menjual Jet Tempur, Selalu Licik!)
Dalam perkembangan terkini industri dirgantara Turki semakin berkembang dan bernama Turkish Aerospace Industries (TAI).
Pada tahun yang sama juga terbentuk organisasi terjun payung disusul pada tahun 1936 lahir seorang pilot wanita pertama Turki, Sabiha Gokcen.
Dalam kariernya sebagai pilot wanita, Gocken kemudian menerbangkan 22 jenis pesawat tempur dan berhasil membukukan jumlah jam terbang lebih dari 8 ribu jam.
Memasuki tahun 1940 AU Turki telah memiliki lebih dari 500 pesawat tempur dan menjadi angkatan udara yang paling besar di kawasan Balkan serta Timur Tengah.
Tapi kendati memiliki kekuatan udara yang sangat kut, ketika PD II meletus dan pasukan Nazi Jerman serta Italia berhasil menguasai negara tetangganya, Yunani, Turki yang bersikap netral tidak terjerumus ke medan laga.
(Baca Juga: Fairel Bocah SD yang Ungkap Lokasi Syuting Jokowi Naik Motor)
Selama satu tahun perbatasan Turki yang dipenuhi tentara Jerman dan Italia tidak membuat Turki gentar.
Semua pesawat yang dimiliki seperti Spitfire, Curtis Falcon, Westland Lysander, Bristol Blenheim, De Haviland DH-98, P-47 Thunderbolt dan lainnya selalu disiapkan dalam kondisi siaga sambil menjalankan misi patroli rutin di atas udara Bulgaria, Yunani, Laut Aegea, dan pulau-pulau strategis lainnya.
Setelah PD II Turki yang bergabung dengan NATO kekuatan uadaranya terus berkembang dan menjadi kekuatan tiga besar setelah AS dan Inggris.
Pesawat tempur yang dimiliki AU Turki saat itu antara lain T-33A, F-84 F Thunderstreaks, F-100 Super Sabre, F-102 Delta Dagger, dan F-104 Starfighter.
Setelah menahan diri untuk tidak berperang secara tak terduga pada tahun 1974, pasukan Turki yang didukung penuh oleh AU Turki menyerbu dan berhasil menguasai Cyprus Utara sebuah kawasan strategis yang diklaim oleh Yunani sebagai kedaulatannya.