Laporan wartawan Grid.ID, Tata Lugas Nastiti
GRID.ID - Dilansir dari Kompas.com, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tembus hingga Rp 14.975 per dolar pada Rabu (5/9/2018).
Nilai tukar rupiah yang hampir mencapai Rp. 15.000 menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,04% ke level 5.905,30, Selasa (4/9/2018).
Pemerintah tentu akan melakukan segala cara untuk menekan laju inflasi.
Dilansir Grid.ID, Analis MNC Sekuritas, Edwin Sebayang prediksi, IHSG akan turun lagi dengan support 5.850, Rabu (5/8/2018).
Edwin menyarankan untuk menekan laju penurunan ini, pemerintah naikkan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk mengurangi tekanan defisit.
Menurut Edwin, untuk jangka panjang, kenaikan BBM dapat mengurangi tekanan defisit dan memperkuat nilai tukar rupiah.
Pernyataan ini membuat masyarakat Indonesia khawatir dengan isu kenaikan BBM.
Menanggapi hal tersebut PT. Pertamina angkat bicara.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengatakan bahwa harga BBM sampai saat ini masih tetap dan belum ada rencana penyesuaian harga, Rabu (5/9/2018)
Sebagai badan usaha hilir migas, Pertamina akan terus memantau kondisi nilai tukar mata uang rupiah.
Pertamina juga akan selalu melaporkan setiap perubahan harga BBM kepada pemerintah.
Jika ada penyesuaian harga seperti isu yang saat ini sedang beredar, Pertamina pasti langsung mengkonfirmasi.
Oleh sebab itu, Pertamina meminta rakyat untuk tenang dan tidak panik.
Dilansir Kompas, Menteri ESDM, Ignasius Jonan juga mengatakan tidak ada rencana dari pemerintah untuk menaikkan harga BBM terkait melemahnya nilai tukar rupiah. (*)
Dalam rangka mengatasi 'gejolak' nilai dolar AS, Presiden RI Joko Widodo berencana akan menggalakkan penggunaan bahan bakar bio-diesel B-20.
Penggunaan bahan bakar B-20 dilakukan sebagai rencana andalan pemerintah untuk mengurangi impor minyak Indonesia yang besar.
"Perkiraan, penggunaan B-20 ini akan mampu mengurangi sekitar 5 sampai 6 miliar dolar AS dalam impor minyak," tegas Joko Widodo. (*)