Grid.ID - “Sedikit pun sudah tak mencintai suamiku,” ucap Shezy Idris dengan mantap dihadapan masyarakat Indonesia dalam salah satu program televisi.
Ungkapan tersebut seolah menjadi tanda bahwa rumah tangga pemilik nama lengkap Shilya Patrice Kirana Idris ini memang sudah tak bisa lagi dipertahankan, bahkan diteruskan.
Tiga tahun belakangan, kakak kandung Sheza Idris ini memang sudah tak memiliki rasa cinta pada suaminya.
Bukan tanpa alasan, Shezy memiliki perasaan tersebut lantaran suaminya terus-menerus meminta cerai, bahkan di tahun pertamanya menikah.
Tentu sebagai perempuan, juga seorang ibu, menjalani biduk rumah tangga dengan rasa tertekan sangat tak mudah.
Baca Juga : Vladimir Putin Tak Segan Membunuh Pengkhianat Negara Secara Diam-diam
Belum lagi berbagai halangan rumah tangga lainnya menjadikan hidupnya makin terbebani, meski kadang beban tersebut tak nampak terlihat jelas karena adanya dua anak di hidupnya.
Bagaimana bisa Shezy tetap mempertahankan rumah tangganya tanpa rasa cinta di hatinya?
Bukan hanya Shezy Idris, banyak kasus pernikahan berjalan tanpa adanya rasa cinta.
Hal ini seolah tak mungkin terjadi, namun kenyataannya memang banyak fenomena pernikahan tanpa adanya cinta.
Banyak pasangan yang tetap menjalani rumah tangga mereka, sekali pun tanpa cinta.
Berbagai risiko ia terima, termasuk bila pasangannya mulai memilih lebih sering berada di luar rumah dan meninggalkannya pergi daripada di rumah dan bersama anak-anak.
Tetapi, banyak pasangan yang merasa menyerah di titik ini. Merasa tak memiliki cinta membuat mereka memutuskan hubungan pernikahan tanpa memikirkan banyak hal yang sebenarnya bias membuat rumah tangganya bertahan.
Berbagai usaha sebenarnya bisa dilakukan tiap pasangan yang menjalani pernikahan tanpa cinta, di antaranya kembali mengenal pasangan satu sama lain, mengubah kebiasaan rumah tangga, mencoba hal-hal baru dalam rumah tangga dengan mengarah ke aktivitas bahagia, dan lain sebagainya.
Bukan tidak mungkin, rasa dan benih cinta mulai tumbuh.
Baca Juga : Meski Jarang Masak, Dapur Milik Syahrini Nggak Kalah Glamour
Ditambah dengan adanya anak-anak yang akan membuat suami-istri mempertimbangkan banyak keputusannya untuk berpisah.
Tetapi, bagaimana bila pernikahannya sudah tak bisa benar-benar dipertahankan karena berbagai hal?
Pernikahan dibangun tak selamanya dengan dasar rasa cinta.
Ada beberapa pasangan, bahkan sebagian, menikah dengan pasangannya karena situasi eksternal, seperti keinginan keluarga, paksaan, atau bahkan usia yang membuatnya mau tak mau harus menikah.
Bagaimana bila pernikahan bermula dari fenomena tersebut?
Situasi dan loncatan awal itulah yang bahaya.
Pernikahan yang berjalan karena adanya situasi eksternal atau ‘keterpaksaan’, bukan tak mungkin bertahan dan juga berjalan harmonis.
Tetapi juga bisa menuju ke jurang bahaya bagi pernikahan.
Bahaya tersebut sangat memiliki potensial karena sebagian dari mereka yang benar-benar ‘terpaksa’ akan merasa bahwa seluruh hidupnya berakhir bila hidup bersama pasangan yang tak diinginkan.
Semua jalan hidupnya mau tak mau harus berdampingan dengan ‘keterpaksaan’ terus-menerus.
Bila pemikiran tersebut terus berjalan, pastinya rumah tangga akan makin hancur.
Tetapi sebenarnya keadaan tersebut masih bisa diubah.
Menyerahkan segala masa depannya dengan penuh kebahagiaan dan memberikan yang terbaik bagi pasangan seolah menjadi ‘obat’ bagi rumah tangga para pasangan yang berjalan dengan ‘keterpaksaan’.
Kenyataannya, rumah tangga Shezy Idris memang tak lagi bisa dipertahankan.
Terlebih, Shezy selama ini sudah berusaha dan bahkan makin berusaha mempertahankan setelah ia memiliki dua anak dari sang suami, namun usahanya seolah tak terlihat dan tak mengubah suaminya menjadi pasangan yang mau berkompromi dan memperbaiki pernikahan.
Jauh sebelum Shezy berusaha memperbaiki rumah tangganya yang bisa dibilang cukup hancur, Shezy menikah dengan suaminya, Krishna Adhyata Pratama sejak 2011.
Sejak 7 tahun menikah, Shezy memilih tinggal bersama kedua orangtuanya.
Keputusannya sekarang seolah menjadi firasat tepat karena proses perceraian sedikit dimudahkan dengan tidak adanya perebutan harta gono-gini yang sedianya selalu membuat proses perceraian makin berbelit-belit.
Tetapi selama 7 tahun tinggal bersama kedua orangtuanya, “Mama sama Papa aku juga nggak tau aku sering cekcok”.
Ungkapannya seakan membuat suasana hatinya makin hancur.
Bagaimana tidak, permasalahan yang pastinya tak mudah selama bertahun-tahun hanya disimpan Shezy di dalam lubuk hatinya yang paling hancur, dalam diam yang sangat sunyi.
Shezy mengaku keretakan rumah tangganya tak pernah terdengar karena Shezy berusaha mengunci rapat permasalahan rumah tangganya.
Ia mengaku bahwa permasalahan dan cekcok rumah tangga tak lazim bila sampai ke telinga kedua orangtuanya, meskipun ia, suami, anak-anak dan kedua orangtuanya tinggal satu rumah.
Shezy mengaku bahwa tak ada gunanya membicarakan dan menceritakan permasalahan rumah tangganya.
Baca Juga : Bocah Malang! Lakukan Sunat dengan Laser, Alat Kelaminnya Malah Putus
Bagaimana bisa hidup serumah tetapi kedua orangtuanya tak mengetahui pertengkaran anak dan menantunya?
Keputusan Shezy Idris menutup rapat masalah rumah tangganya bisa jadi karena ia sangat mencintai kedua orangtuanya.
Orangtua mana yang tak hancur menghadapi kenyataan bahwa anaknya tidak hidup bahagia, atau anaknya jatuh ke tangan orang yang salah dan menghabiskan seluruh waktunya dengan penuh ketertekanan?
Hati orangtua pasti akan hancur dan penuh kekhawatiran, meskipun dalam kasus Shezy, ia tinggal bersama kedua orangtuanya, tentu hidupnya akan lebih terjamin daripada ia hanya hidup dengan suaminya dan penuh rasa tertekan.
Dalam pernikahan anaknya, orangtua akan senantiasa memberi pesan pada calon menantunya untuk sebaik-baiknya menjaga anaknya yang sudah dengan susah payah ia besarkan, ia rawat dan juga ia beri kebahagiaan.
Orangtua akan lebih menjaga dan menghargai segala keputusan anak dan menantunya untuk menjalani rumah tangga, meski tinggal dalam satu rumah.
Orangtua bahkan akan selalu meyakinkan anak-anaknya bahwa ‘tak ada gunung yang cukup tinggi dan tak ada samudera yang cukup dalam’, bahwa kehidupan tak selamanya berat.
Motivasi orangtua seperti itulah yang akan membuat anaknya akan bertahan dengan pasangannya.
Setiap rumah tangga pasti memiliki masalah dan menghadapi terjang curam.
Baca Juga : Sulit Mencapai Orgasme Saat Berhubungan? Yuk Lakukan 7 Trik Ini
Bila anak terbiasa melihat kedua orangtuanya hidup harmonis meski tak jarang orangtuanya menghadapi masalah, mereka juga akan mencontoh dan berpikiran terbuka seperti itu dalam menjalani kehidupan rumah tangganya.
Hal ini pastinya menjadi kunci utama Shezy Idris.
Bertahun-tahun lamanya, bahkan hingga memiliki cucu, Idris Priyatna dan Shirley Daisy Idris, kedua orangtua Shezy dan Sheza hidup harmonis.
Bahkan di usia kedua orangtua Shezy yang bisa dibilang sudah cukup senja, rumah tangga kedua orangtuanya bisa menjadi contoh bagi rumah tangga orang-orang di luar sana untuk tetap mempertahankan rumah tangga hingga memiliki anak dan banyak cucu.
Shezy pastinya juga tak ingin orangtuanya merasa sedih karena memikirkan permasalahan rumah tangganya, yang seharusnya bisa ia selesaikan sendiri.
Tetapi pada akhirnya, Shezy dikalahkan oleh keadaan.
Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk menahan rasa sakit itu seorang diri, hingga akhirnya, Shezy mengutarakan perasaannya kepada kedua orangtuanya, belum lama ini.
Pertengkaran kerap terjadi, bahkan tak jarang, kedua anaknya kerap menyaksikan Shezy dan Krishna bertengkar hebat atau bahkan saling diam di kamar satu sama lain. “Jadi, ya mungkin dengan berpisah ini anak-anak tidak melihat yang rebut setiap hari atau cuek-cuekan di dalam satu kamar,” jelasnya dengan suara yang sangat bergetar, layaknya hatinya yang juga bergetar karena kepedihan mendalam yang selama ini ia pendam.
Tentu hal tersebut membuat Shezy makin tertekan.
Pasti ada usaha untuk membuat keretakan rumah tangganya tak terlihat oleh kedua anaknya, Tetapi, hal tersebut seolah tak mungkin lagi.
“Jadi ya mungkin dengan berpisah ini, anak-anak tidak melihat yang ribut setiap hari atau cuek-cuekan di dalam satu kamar,” ungkap Shezy.
Dari ungkapan Shezy tersebut, dapat dilihat bahwa kedua anaknya memang kerap menyaksikan Shesy dan Krishna bertengkar dan tak harmonis.
Oleh karena itu, Shezy memilih berpisah, agar anak-anaknya tak lagi mengalami masa sulit.
Bagaimana efek anak yang melihat kedua orangtuanya bertengkar?
“Kebahagiaanku nomor satu anak. Mata anak itu enggak bisa dibohongi banget. Lagi-lagi aku kalau berantem selalu ngelihat, aduh anak aku. Anak aku pun tidak akan bahagia kalu ngelihat kita setiap hari berantem. Ada juga mereka tekanan batin, psikis yang luar biasa,” jelas Shezy menceritakan keadaan anak-anaknya selama ini.
Jelas perkataan Shezy sama sekali tidak salah.
Pertengkaran kedua orangtua akan berimbas ke anak-anaknya, baik secara psikologis dan emosional anak.
Dr. Ji Su Hong, salah satu pakar perkembangan anak dari Washington University School of Medicine, di St. Louis, seperti yang dimuat di The Journal of Pediatrics mengimbau para orangtua untuk menghindari pertengkaran di depan Si Kecil.
Ji mengatakan, dampak buruk pada anak yang bisa timbul bila sering melihat/mendengar orangtuanya bertengkar adalah sebagai berikut:
1. Anak akan membenci orangtua karena dinilai tidak bisa menunjukkan kasih sayang
Saat bertengkar tentu emosi tidak dapat terkontrol lagi karena tak ada satupun yang mau mengalah, anak akan melihat bahwa orangtuanya tidak lagi saling menyayangi, bahkan tidak menutup kemungkinan anak akan mencari figur lain yang dapat dijadikan panutan.
2. Anak menjadi tertutup dan sungkan untuk dekat dengan orangtua
Jika si kecil sudah terpapar amarah orangtua yang bertengkar sejak kecil, anak akan cenderung tertutup dan enggan untuk terbuka dengan orangtuanya.
Baca Juga : Aneh! Selain Berhubungan Intim di Tengah Jasad, Sadhu Aghori Juga Taburi Tubuhnya dengan Abu Kremasi
3. Anak cenderung tidak peduli terhadap aturan orangtua
Sejatinya orangtua harus menjadi panutan bagi anak, sebab setiap orangtua tentu ingin anak menuruti ajaran yang sudah diterapkan di rumah.
Namun apa jadinya jika anak melihat orangtuanya saling memaki dan berkata kasar kala bertengkar dihadapannya?
Akibatnya, anak akan tidak peduli dengan aturan yang sudah dibuat oleh orangtua namun malah dilanggar.
4. Anak tidak betah di rumah, risiko terbesar adalah mencari hiburan atau pelampiasan di luar rumah
Seharusnya rumah menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk anak melakukan segala kegiatan. Namun jika pertengkaran orangtua terus terjadi tentu anak akan mencari aktivitas di luar rumah, anak akan lebih senang berada di luar rumah untuk mencari ketenangan.
5. Berisiko memunculkan trauma yang mengakibatkan anak enggan menikah ketika dewasa
Tak main-main, banyak penelitian membuktikan, anak yang terbiasa menyaksikan orangtua bertengkar setiap hari akan mengalami trauma.
Bahkan tak menutup kemungkinan Si Kecil akan sulit berkomunikasi dengan orang lain, dan takut menikah saat dewasa nanti.
Selain dampak tersebut, Si Kecil juga lebih rentan melakukan kesalahan dalam menjalani kehidupan sosial.
Tentu kelima bahaya yang mungkin mengancam psikis anak-anaknya di masa depan tersebut tak diinginkan Shezy.
Sehingga tak ehran bila alasan Shezy bertengkar adalah demi kebaikan kedua anaknya.
Shezy menginginkan anak-anaknya hidup bahagia dan tidak melihat pertengkaran kedua orangtuanya terus-menerus.
Melihat fenomena yang dialami Shezy, usia pernikahannya terbilang tak lama.
Dalam satu tahun menikah, suaminya telah menginginkan perceraian dan mulai adanya berbagai pertengkaran serta cek cok yang akhirnya membawa ke jurang perpisahan.
Adakah usia pernikahan yang rentan menghadapi perceraian?
Tak akan pernah ada fenomena pernikahan yang sama sekali tak menghadapi permasalahan dan rintangan.
Bumbu pernikahan yang utama ya dengan adanya masalah dan rintangan.
Dengan adanya dua hal yang terkadang menyakitkan tersebut, pribadi tiap pasangan akan lebih matang dan juga lebih bisa berbenah diri dan memperbaiki hubungan satu sama lain.
Tetapi ada beberapa hal yang diprediksi bisa menjadi jurang dan juga perkiraan bahwa pernikahan tak akan berjalan dalam jangka usia yang cukup lama.
1. Menikah saat remaja
Waktu terbaik menikah adalah ketika dua pasangan merasa sudah siap membangun rumah tangga dan juga menghargai serta memberi pendidikan terbaik bagi tiap pasangannya.
Karena sudah menjadi paten bahwa sepasang mereka yang menikah, akan menghabiskan seumur hidupnya, satu kali 24 jam dan tiap menit bersama pasangan.
Tetapi bila seseorang memutuskan menikah di usia yang sangat muda, pemikiran dan kedewasaan seseorang pastinya akan membuatnya belum teguh di usia pernikahan.
Bisa jadi, pernikahan yang dilangsungkan dua insan yang masih remaja lantaran sebuah tekanan atau tak menutup kemungkinan sebuah keterpaksaan.
Memutuskan menikah saat usianya berada di bawah 20 tahun, membuat pasangan akan cukup sulit mempertahankan rumah tangga.
Terlebih bila usia pasangannya tak berjarak jauh atau bahkan seusia.
Pasangan tersebut bisa dikatakan akan lebih rentan bercerai nantinya. Hal ini disetujui oleh Nicholas Wolfinger, seorang profesor di Universitas Utah.
2. Menikah setelah usia 32 tahun
Tak jauh berbeda dengan pernikahan di usia remaja, Wolfinger juga mengatakan bahwa menikah setelah usia 32 tahun meningkatkan risiko perceraian hingga 5 persen setiap tahunnya.
Berbeda dengan penelitian Wolfinger, Meghan Garber dalam The Atlantic menemukan fakta lain. “Perbedaan satu tahun dalam usia pasangan itu, studi menemukan bahwa perceraian bagi pasangan yang beda usia satu tahun memiliki risiko 3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan dengan pasangan yang menikah dengan pasangan sebayanya, atau yang usianya sama. Perbedaan usia 5lima tahun meningkatkan perceraian hingga 18 persen dan perbedaan usia 10 tahun akan berisiko 39 persen lebih tinggi perceraiannya,”
3. Usia pernikahan rentan perceraian
Di luar usia saat menikah, ada beberapa tahun usia pernikahan yang rentan mengalami perceraian. Melanisr dari Psychology Today, pernikahan pada tahun ke-5 hingga 7 merupakan usia yang sangat rentan terjadi perceraian.
Berbagai alasan muncul, di antaranya munculnya rasa bosan, adanya konflik serius yang tak kunjung terpecahkan, bahkan hingga munculnya isu perselingkuhan atau orang ketiga.
Dan akan kembali menghadapi usia rentan pernikahan di usia pernikahan 10 hingga 12 tahun. Berbeda dengan pernikahan yang memasuki usia 5 hingga 7 tahun, pernikahan di usia 10 hingga 12 tahun lebih rentan pisah.
Ini karena adanya berbagai kebiasaan yang tak bisa diperbaiki dari permasalahan di tahun-tahun sebelumnya, juga karena adanya masalah ekonomi hingga ada permasalahan dan selera seks pada pasangan menurun.
Dari kasus yang dihadapi Shezy, terlihat jelas bahwa usia pernikahannya yang masih seumur jagung bukanlah karena timbul berbagai masalah seperti di usia-usia rentan.
Hingga kini, Shezy juga mengatakan bahwa pertengkaran dan cek cok adalah faktor utama ia tak lagi memiliki cinta bahkan memutuskan berpisah dengan pasangannya.
Dan dari panjangnya penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa berbagai masalah serta faktor bisa saja memicu perpisahan dan perceraian, sekali pun di usia pernikahan yang masih sangat muda.
Artikel ini pernah tayang di Nakita.grid.id dengan judul,"Suami Shezy Ingin Cerai Sejak Setahun Nikah, Fenomena 'Ganjil' Usia Pernikahan Rentan Perceraian"