Grid.ID- Pembalut menjadi barang penting bagi setiap perempuan yang mengalami mesntruasi. Bagi kita yang hidup di kot-kota besar, bukan hal yang sulit untuk menemukan pembalut.
Namun berbeda dengan negara di sebuah benua Afrika, Kenya.
Baca Juga : Contek Gaya Sporty Nagita Slavina dengan 3 T-shirt Dress Mulai 147 Ribu Rupiah
Penelitian terbaru dari UNICEF menyebutkan bahwa 65% perempuan di perkampungan kumuh Kibera, Nairobi rela menjajakan diri hanya untuk mendapatkan pembalut.
Baca Juga : Contek Gaya Sporty Nagita Slavina dengan 3 T-shirt Dress Mulai 147 Ribu Rupiah
Badan kemanusiaan tersebut menemukan 10% remaja putri mengaku melakukan seks transaksional untuk pembalut di Kenya barat.
Andrew Trevett, kepala Air, Sanitasi, dan Kebersihan UNICEF Kenya mengatakan bahwa tidak jarang anak-anak perempuan dilecehkan secara seksual sebagai ganti barang-barang saniter tersebut.
"Kami memiliki ojek sepeda motor yang disebut boda-boda. Gadis-gadis itu terlibat hubungan seks dengan pengemudinya sebagai ganti pembalut." kata Andrew.
Baca Juga : Orangtua Pilih Nonton The Nun, Tinggalkan Anaknya yang Masih 5 Tahun di Luar Bioskop
Hal ini terjadi karena 2 alasan, yang pertama jelas karena kemiskinan dan yang kedua adalah masalah pasokan.
Karena kemiskinan, para perempuan disana sampai tidak mampu membeli produk saniter termasuk pembalut.
Selain kemiskinan, pasokan barang juga masih menjadi masalah.
Baca Juga : Nestapa Desa Terpencil di Yaman, Anak Anak Hanya Makan Daun Anggur
Barter seks dengan pembalut ini terjadi karena barang-barang saniter tidak tersedia di desa-desa.
Di pedesaan, transportasi masih sulit dan kalau pun ada, para perempuan akan kesulitan membayar ongkosnya.
Sedangkan di beberapa desa yang lebih terpencil, tidak ada layanan transportasi umum karena jalan pun tak ada.
Pendidikan seks ternyata juga masih dianggap tabu di lingkungan masyarakat daerah tersebut.
Baca Juga : Meriam Bellina Terlihat Awet Muda, Akui Pantang Dengan 5 Makanan ini
Hal ini menyebabkan baik anak perempuan maupun laki-laki tak menerima informasi apapun mengenai menstruasi.
Ibunya bungkam, bahkan sekolah juga tidak mengedukasi sama sekali.
Judy, seorang siswi menengah di Kuria Barat mengalami trauma karena pengalamannya melakukan transaksi seks dengan pembalut.
Saat pertama kali mengalami menstruasi, Judy masih duduk di kelas 7.
Dia sedang mengikuti pelajaran olahraga di sekolah dan temannya melihat ada darah di pahanya.
Judy yang baru pertama kali melihatnya bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Baca Juga : Robby Tumewu Stroke Hingga Lubangi Tenggorokannya, Hindari 3 Makanan Berikut
Kemudian temannya, Mary meminta izin ke guru olahraganya untuk membawa Judy pulang karena tak enak badan.
Ternyata Mary telah mengatur pertemuannya dengan 2 pengemudi boda-boda dan memintanya untuk membelikan pembalut serta celana baru.
Judy segera mengenakan pembalut tersebut dan membawa beberapa sisanya untuk digunakan di rumah.
Mary meminta Judy untuk tidak memberitahu hal ini kepada orangtuanya serta mengingatkan Judy untuk berterima kasih kepada pengemudi boda-boda tersebut.
Baca Juga : Mengintip Dapur Baru Irfan Hakim yang Kental Dengan Konsep Joglo
Mary mendesak Judy untuk menerima niat baik pengemudi boda-boda yang bersedia menyediakan pembalut setiap bulan.
Bahkan pengemudi boda-boda itu juga membelikan Judy telepon supaya bisa segera memberitahu jika ada masalah.
Jatuh ke dalam perangkap pengemudi boda-boda untuk berhubungan seks, Judy akhirnya hamil pada 2016 dan melahirkan bayi laki-laki pada 2017 lalu.
Judy menyesal hanya karena pembalut, dia rela melakukan hubungan seks.
Namun kini Judy kembali ke bangku sekolah berkat bimbingan dan konseling dari seorang guru.
Baca Juga : Cek yuk, Tips Memilih Telur yang Segar dan Berkualitas Baik!
Kemiskinan adalah masalah yang tersebar luas di Kenya, UNICEF menemukan 7% perempuan dan anak perempuan yang mereka survei menggunakan kain lama, potongan selimut, bulu ayam, lumpur dan koran, 46% menggunakan pembalut sekali pakai dan 6% menggunakan pembalut yang dapat digunakan kembali.
Bahkan ada yang sampai menggali tanah dan duduk disana berhari-hari selama periode menstruasi.
Selain itu, 76% perempuan dan anak perempuan kesulitan mendapatkan fasilitas air dan sanitasi yang memadai untuk menstruasi.
Hanya 17,5% lembaga pendidikan memiliki air yang mengalir di dekat toilet serta fasilitas mencuci tangan dan sabun.
Baca Juga : Yuk, Kenali Ciri Kapan Kamu Harus Ganti Minyak Rem Motor
Kira-kira 30% dari sekolah sampel di Kenya menyediakan pembalut untuk siswa mereka tetapi dalam banyak kasus, pembalut hanya ditawarkan untuk keadaan darurat.
Seorang siswi lain bernama Agnes nasibnya lebih beruntung dari Judy.
Dia berhasil lari dari pengemudi boda-boda dan menolak berhubungan seks.
Sayangnya, teman-temannya kurang beruntung.
Baca Juga : Beredar Video Mesra Kim Kardashian dan Kris Humphries, Netizen Justru Heran
"Sebagian besar teman-teman saya menderita karena kurangnya pembalut," katanya.
"Artinya kebanyakan menyerah pada pengemudi boda-boda yang membuat mereka hamil. Ini mengarah pada kehamilan anak dan keluarga yang dipimpin oleh anak-anak."
Satu dari sepuluh anak perempuan di Afrika akan hilang dari sekolah selama masa menstruasi karena tidak memiliki akses ke produk sanitasi, atau tidak ada toilet yang aman di sekolah.
Meski demikian, Kenya telah membuat kemajuan dalam masalah ini.
Melalui pemerintah, inisiatif UNICEF dan mitra, sekitar 90.000 anak perempuan di 335 sekolah kini memiliki akses ke toilet yang aman dan higienis terkhusus untuk perempuan menstruasi. (*)
Arikel ini telah tayang di Nakita dengan judul Miris! Demi Selembar Pembalut, Siswi di Kenya Melakukan Hubungan Intim