Kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah akan selalu berkaitan dengan pola kebiasaan hidup-sehari-hari, dari pola kebiasaan makan minum, sampai kebiasaan dan cara berpakaian.
Baca Juga : Kista Bisa Dihancurkan Tanpa Perlu Pergi ke Dokter Dengan Cara ini
Makanan sehari-hari orang Timor-Timur sudah tersedia di hutan-hutan. Pagi hari mereka berangkat mengambil makanan. Entah berupa kluwih, sukun, mangga, sayuran dan sebagainya.
Hutan yang penuh dengan hasil bumi itu tidak ada pemiliknya. Siapa cepat, akan dapat mengambil hasil hutan. Hasil hutan yang lain misalnya asem, kemiri, gembili, ubi dan masih banyak lagi. Pada saat ini tanaman jagung cukup banyak terutama di sawah dan di kebun.
Bibit jagung didapat dari bantuan Pemerintah. Juga bibit padi yang sekarang sedang dan akan disemaikan, sepenuhnya jatah dari Pemerintah.
Ada suatu hal yang unik dalam mengolah sawah, bila akan bertanam padi. Timor Timur belum mengenal bajak yang ditarik lembu atau kerbau. Untuk melumat sawah cukup dengan kerbau 10-20 ekor.
Kerbau tersebut disuruh berjalan ke sana kemari terus menerus sepanjang hari. Diharapkan dari injakan puluhan kerbau tersebut, tanah tergarap dengan baik.
Baca Juga : Sering Dimarahi Ashanty Karena Arsy, Azriel Justru Senang, Kenapa?
Kembali pada soal makanan. Makanan kesukaan yang seolah-olah menjadi makanan pokok sehari-hari ialah sukun bakar. Proses pemasakan cukup sederhana. Sukun yang masih hijau lengkap dengan kulitnya, dibakar. Setelah masak langsung ukun itu dibelah dengan tangan, dan dimakan tanpa tambahan apapun.
Mangga Timtim jangan disamakan dengan mangga arumanis atau mangga kopyor sekali pun. Bentuknya kecil hampir seperti mangga lali jiwo/gurih, dan banyak seratnya. Tetapi pagi-pagi hari kurang lebih jam 06.00 - 07.00 kami kadang-kadang melihat orang Timtim makan mangga bahkan yang muda yang masih putih warnanya.
Sarung, pakaian pokok wanita .
Sekarang, cara berpakaian orang Timtim tak ubahnya seperti kita di sini. Tetapi ada ciri khas . masyarakat wanita pedesaan Timtim. Meskipun sudah memakai rok sampai bawah lutut, tetapi tetap berkain sarung. Sarung tersebut dipakai seperti pria jawa memaki sarung. Walau hawa panas tidak perduli, sarung tetap melekat pada badan.