Laporan Wartawan Grid.ID, Veronica Sri Wahyu Wardiningsih
Grid.ID - Di tengah duka nestapa yang masih menyelimuti Palu dan Donggala pasca-gempa dan tsunami pada Jumat (28/9/2018), aksi penjarahan dari beberapa oknum meresahkan warga.
Melansir dari Kompas.com, Polresta Palu telah menangkap 24 orang yang diduga sebagai pelaku penjarahan minimarket, gudang, serta ATM.
Bersama dengan mereka, polisi mengamankan puluhan jenis barang bukti dan alat yang digunakan pelaku saat beraksi.
Baca Juga : Hari Batik Nasional, Inilah Sejarah dan 5 Motif Batik Paling Populer
“Sebanyak 45 pelaku penjarahan yang selama ini meresahkan masyarakat Kota Palu, Sulawesi Tengah, akhirnya berhasil dibekuk,"
"Para pelaku merupakan kelompok penjarahan sejumlah fasilitas umum, seperti kios, minimarket, ataupun gudang elektronik yang ditinggal pergi oleh para pemiliknya saat gempa terjadi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di halaman Mapolresta Palu, Selasa (2/10/2018).
Menurut polisi, sebagian pelaku yang ditangkap merupakan residivis dan narapidana dari Lapas Petobo yang kabur saat gempa terjadi.
Baca Juga : Update Gempa Donggala: Hoaks Tsunami Susulan Hingga Kabar Penjarahan Minimarket
Aksi mereka dinilai meresahkan karena barang-barang yang diambil bukanlah kebutuhan pokok yang dibutuhkan darurat pasca-bencana.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sendiri sempat mempersilakan warga mengambil bahan-bahan pangan dan sandang dari sejumlah toko dan minimarket. Namun dia membantah itu berarti boleh menjarah.
Dedi menambahkan, para pelaku menjalankan aksinya secara berpindah-pindah dengan target lokasi yang ditinggal pergi para pemiliknya pascagempa bumi dan tsunami terjadi.
Baca Juga : Update Gempa Donggala: Hindari Penjarahan, SPBU dan Minimarket di Palu Dijaga Polisi dan Tentara
Polisi mengimbau masyarakat untuk bisa ikut membantu menjaga keamanan pascagempa dengan secepatnya melapor kepada polisi jika mendengar atau melihat aksi penjarahan.
Sementara itu, melansir dari Antara News, warga Palu, Sulawesi Tengah, yang memilih menetap, meminta agar publik tidak menyebut mereka sebagai penjarah.
Seperti yang diungkap Darmen, warga kampung nelatan di Sulteng, Senin (1/10/2018), yang selamat dari gempa dan tsunami.
Baca Juga : Usai Gempa di Palu, Akibat Minimnya Dapur Umum Banyak Warga yang Menjarah Swalayan dan SPBU
Ia mengaku hingga tiga hari pasca-gempa belum makan nasi bahkan tidak memiliki pakaian ganti.
"Beruntung, puteri saya satu-satunya selamat meski kami tidak lagi memiliki rumah dan harta benda," ujarnya seperti dikutip Grid.ID, Rabu (3/10/2018).
Istrinya pun selamat sebab saat musibah terjadi berada di rumah keluarga di wilayah pantai Timur.
Baca Juga : Pasca Gempa dan Tsunami di Palu, Adelia Pasha Jadi Trauma ?
Darmen mengaku, hingga saat ini belum mandi dan ganti pakaian, sedangkan makanan yang dimakan adalah roti dan minuman ringan yang diambil bersama warga lainnya di salah satu supermarket.
"Kami tidak menjarah, tapi hanya berupaya bertahan hidup sebab sangat membutuhkan makanan dan air minum," ujarnya yang ikut mengantre bensin di SPBU agar secepatnya keluar dari Kota Palu.
Pengakuan lainnya diutarakan oleh warga yang bermukim di Kelurahan Tondo, Misna. Ia mengaku tidak memiliki rumah dan harta benda.
Saat musibah terjadi, Misna hanya mengenakan selembar handuk sebab akan mandi.
Kini, ia dan suaminya menumpang di rumah orang di kawasan perumahan BTN Polda, Mamboro jalan Soekarno-Hatta.
Misna dibantu warga mendapatkan bantuan pakaian dalam dan pakaian seadanya.
Baca Juga : Kisah Haru Korban Selamat Fenomena Likuifaksi Gempa Palu, Sempat Terbawa Tanah dan Kehilangan Istri
Ia bahkan mengaku, baru mendapat tambahan bantuan pakaian dari warga lainnya yang mencari pakaian di kawasan pertokoan yang sudah porak poranda.
"Tapi mereka tidak menjarah, hanya membantu kami yang sudah tidak memiliki apa-apa," ujarnya.
(*)